LEGENDA SAWUNGGALING DI LIDAH WETAN SURABAYA

  • DIANA FUADILA ALHUMAHERA

Abstract

Abstrak

Fokus penelitian pada penelitian ini ada empat yakni bagaimana miteme, episode, oposisi biner dan nilai keutamaan dalam legenda Sawunggaling di Lidah Wetan, Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan dan mendeskripsikan miteme, episode, oposisi biner dan nilai keutamaan dalam legenda Sawunggaling di Lidah Wetan, Surabaya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Strukturalisme Claude Levi Strauss. Menurut Levi-Strauss (dalam Ahimsa-Putra, 2001:95) mytheme adalah unsur-unsur dalam konstruksi wacana mitis (mythical discourse), yang juga merupakan satuan-satuan yang bersifat kosokbali (oppositional), relatif, dan negatif. Selain itu, mengingat panjangnya cerita dalam legenda, Levi-Strauss membaginya ke dalam beberapa episode. Episode adalah potongan cerita yang setiap bagiannya terdapat pokok tema yang nantinya disatukan menjadi cerita yang utuh. Di dalam episode terdapat sangkutpautnya dengan miteme (Levi Strauss dalam Ahimsa-Putra, 2001:212).Menurut Levi Strauss (2005:214-215) setiap mitos dan legenda memiliki oposisi biner dan oposisi terner. Pertalian dengan kelas, seperti atas bawah, laki laki perempuan, jantan betina. Oposisi biner memiliki sifat saling kontras, bertentangan, atau merupakan kebalikannya.Dalam mitos atau legenda terdapat nilai keutamaan untuk menilai manusia atau tokoh secara hierarki adalam suatu legenda. Nilai keutamaan dalam legenda adalah nilai yang memiliki kedudukan lebih tinggi dalam legenda. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut dengan metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif (Sugiyono, 2010:1). Dengan penelitian ini, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut, (1) miteme dalam legenda Sawunggaling di Lidah Wetan berjumlah tiga puluh tujuh miteme, (2) episode dalam legenda Sawunggaling di Lidah Wetan berjumlah tiga episode yakni, kegemaran Joko Berek (JB) dan kegigihan Joko HaBerek untuk bertemu Bapaknya, Jayengrono (JR), usaha Joko Berek (JB) dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Jayengrono (JR), dan perebutan tahta dengan menjatuhkan umbul-umbul yudha menjadikan Joko Berek (JB) sebagai Temenggung di Surabaya, (3) oposisi biner dalam legenda Sawunggaling di Lidah Wetan berjumlah dua puluh lima, dan (4) nilai keutamaan dalam legenda Sawunggaling di Lidah Wetan berjumlah lima yakni, patuh kepada orang tua, pantang menyerah, tidak memandang orang sebelah mata, berkata jujur, dan rendah hati.

Kata Kunci: legenda Sawunggaling, Strukturalisme Levi-Strauss, Nilai keutamaan

Abstract

Research focuses on this research there are four namely how the mytheme, episode, binary opposition and the value of virtue in the legend of Sawunggaling in Lidah Wetan, Surabaya.The purpose of this study is to find and describe the mytheme, episode, binary opposition and the value of virtue in the legend of Sawunggaling in Lidah Wetan, Surabaya. This study use theory structuralism Claude Levi Strauss.According to Levi-Strauss (in Ahimsa-Putra, 2001:95) mytheme are elements in the construction of mythical discourse, which are also cosokbali, relative, and negative units. Moreover, given the length of the story in the legend, Levi-Strauss divides it into several episode. Episode are pieces of the story that every part there is a theme that will be put together to integrate the whole story. In the episode there is a link to mytheme (Levi-Strauss in Ahimsa-Putra, 2001:212). According to Levi-Strauss (2005:214-215) every myth and legend has binary opposition and ternary opposition. Ties with classes, such as top down, male, female. Binary opposition have contrasting, contradictory, or opposite properties. In myth or legend there is a value of virtue to judge people or figures hierarchically in a legend. The value of virtue in the legend is a value that has a higher position in the legend. The type of research used is descriptive qualitative. Qualitative research methods are often referred to asa naturalistic research methods because the research is natural, also called etnographi method because initially this method is more widely used for research in the field of cultural anthropology, referred to asa qualitative method because the data collected and the analysis is more qualitative (Sugiyono, 2010:1). With this research, the researchers got the following results: (1) the mythem in Sawunggaling legend in Lidah Wetan amounted to thirty seven mythems, (2) episodes in Sawunggaling legend on Lidah Wetan amounted to three episodes, that is Joko Berek (JB) Joko and Joko persistence Berek to meet his Father, Jayengrono (JR), Joko Berek (JB)s effort in completing the tasks assigned by Jayengrono (JR), and the seizure of the throne by dropping the udul-umbul yudha made Joko Berek (JB) as Temenggung in Surabaya, (3) the binary opposition in the legend of Sawunggaling in Lidah Wetan is twenty-five, and (4) the value of virtue in the legend of Sawunggaling in Lidah Wetan is five, that is, obedient to parents, never giving up, not looking at one eye, honest and humble.

Keywords: Sawunggaling legend, Levi Strauss structuralism, virtue value








Published
2018-07-27
Section
Articles
Abstract Views: 76
PDF Downloads: 216