IMPLEMENTASI BUDAYA RELIGIUS DALAM UPAYA MEMBENTUK PERILAKU DISIPLIN SISWA DI SMK SUNAN AMPEL MENGANTI GRESIK

  • Rendiana Dwi Putra

Abstract

IMPLEMENTASI BUDAYA RELIGIUS DALAM UPAYA MEMBENTUK PERILAKU DISIPLIN SISWA DI SMK SUNAN AMPEL MENGANTI GRESIK

Rendiana Dwi Putra

Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya

rendiyana96@gmail.com

Soejarwo

Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya

Soedjarwo9@gmail.com

 

Abstrak

Abstrak: Kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak hanya diartikan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Tetapi, beberapa kegiatan seperti membiasakan seluruh warga sekolah untuk patuh terhadap peraturan yang berlaku, saling menghormati dan membiasakan hidup dislipin yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah.  Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan budaya religius dalam membentuk perilaku disiplin siswa di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik. Mengeksplorasi peran kepala sekolah dalam implementasi budaya religius. Serta mengeksplorasi kendala dan upaya implementasi budaya religius di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi partisipasi pasif, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan kondensasi data. Hasil penelitian ini menunjukkan.  Pertama, penerapan kegiatan religius seperti dibiasakannya kegiatan berdoa bersama (istigosah) yang di komando dari kantor dan sholat Duha sebelum pembelajaran dimulai, membiasakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa agama untuk membentuk perilaku disiplin siswa meliputi ziarah makam wali, kegiatan PHBI, kegiatan sosial masyarakat di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik, dan kegiatan presensi siswa yang sudah menggunakan fingerprint dalam upaya meningkatkan kedisiplinan siswa serta pembiasaan sholat berjamaah baik sholat wajib maupun sholat sunnah. Kedua, kepala sekolah berperan sebagai tauladan bagi semua warga sekolah dan memberikan tausiyah serta membuat tata tertib sekolah. Ketiga, kendala dan upaya dalam implementasi budaya religius antara lain adalah belm maksimalnya kedisiplinan tenaga pendidik dan juga siswa terbukti masih ada beberapa yang terlambat dan masjid kurang representatif. Kepala sekolah harus senantiasa mengawasi dan mencontohkan kesadaran atas perilaku disiplin.

 

Kata Kunci: budaya religius, perilaku, disiplin 

 

 

IMPLEMENTATION OF RELIGIUS CULTURE IN EFFORTS FORMING BEHAVIOR STUDENT DISCIPLINE IN VOCATIONAL HIGH SCHOOL SUNAN AMPEL MENGANTI GRESIK 

Abstract

Abstract : Teaching learning process are not only interpreted as a transfer of knowledge from teacher to student. But, some activities such as familiarizing the entire school to obey the rules that apply in school, mutual respect, familiarize the life of dislipin that must be grown in the school environment. This study aims to explore the application of religious culture in shaping student discipline behavior in SMK Sunan Ampel Menganti Gresik.explore role of principal in the implementation of religious culture. And explore the obstacles and efforts of the implementation of religious culture in Vocational High School Sunan Ampel Menganti Gresik. This research used qualitative approach with case study research design. Data collection techniques used passive participation observation, interviews and documentation. Data analysis was done by condensation data. The results of this study show the first, the implementation of religious activities such as praying activities (istigosah) in command of the office and praying Duha before learning begins, familiarize the activities of religious nuances to shape student discipline behavior include (cemetery pilgrimage Wali, the activities of PHBI , social activities) in Vocational High School Sunan Ampel Menganti Gresik, student attendance and activities that are already using fingerprint to improve student discipline and habituation to pray together either mandatory or sunnah prayers. Second, the head master  acts as a role model for all the citizens of the school and gives tausiyah as well as making the school order. Third, obstacles and efforts in the implementation of religious culture, among others, is minimum of the discipline of educators and also the students proved there are still some late and less representative of the mosque. The principal must constantly monitor and model the awareness of disciplinary behavior.

Keywords: religious culture, behavior, discipline

 

PENDAHULUAN 

Saat ini, dunia pendidikan sedang diguncang oleh berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan lokal dan perubahan global yang terjadi begitu pesat. Pendidikan merupakan sarana yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan manusia. Maka dari itu pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka  memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakat dan bangsanya. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”

Pendidikan sebagai suatu sistem memiliki tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan Nasional pasal 3 No 20 tahun 2003, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari tujuan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan nasional lebih banyak didominasi oleh pengembangan peserta didik dari aspek afektif dan cenderung pada pembentukan sikap. Dalam hal ini ialah mengembangkan potensi peserta didik untuk berkepribadian dan berakhlak mulia berasaskan nilai-nilai luhur yang dianut suatu bangsa.

Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba), tawuran pelajar, pornografi dan sebagainya, sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana, karena tindakan-tindakan tersebut sudah menjurus kepada tindakan kriminal. Kondisi tersebut sangat memperhatikan masyarakat khususnya para orang tua dan guru, sebab pelaku beserta korbannya kaum remaja, terutama pelajar. Ternyata, terlepasnya ilmu dan teknologi dari ikatan-ikatan spiritual keagamaan menyebabkan kerusakan di dunia semakin parah. Kemajuan iptek yang tidak didasarkan pada moral-spiritual agama akan semakin menyesatkan manusia. Kerusakan yang terjadi tidak hanya pada kualitas manusianya tapi terjadi juga pada kualitas lingkungan hidupnya. Dengan demikian perlu adanya penerapan atau pembiasaan budaya beragama yang dilaksanakan di sekolah-sekolah supaya peserta didik mempunyai kepribadian yang baik.

Di sekolah kegiatan belajar mengajar tidak hanya diartikan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi, beberapa kegiatan seperti membiasakan seluruh warga sekolah untuk patuh terhadap peraturan yang berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup dislipin yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah. Menurut Zamroni (2003:149) bahwa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah disebut budaya sekolah. Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf aministrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi kultural antar generasi.

Sebagai orang tua yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anaknya, maka hal ini menjadikan orang tua lebih selektif terhadap apa saja yang dikonsumsi anak, baik bacaan, tontonan dan sebagainya, salah satu hal yang dilakukan orang tua menjadi selektif memilihkan sekolah yang tepat bagi anak-anaknya. Hal sedang marak saat  ini adalah kecenderungan orang tua memilih sekolah-sekolah yang dapat membimbing anak agar mahir dalam pengetahuan dan mengenal tentang  Tuhannya, agamanya, dan aturan-aturan dalam beragama. Di sinilah tantangan sekaligus peluang bagi pengelola lembaga pendidikan untuk mampu merealisasikan harapan orang tua dan masyarakat dengan menciptakan pendidikan yang berkarakter. Untuk mampu merealisasikan harapan tersebut tentunya setiap lembaga memiliki strategi dan budaya sekolah untuk keunggulan kualitas sekolahnya.

Melihat kondisi tersebut, setiap sekolah diharapkan memiliki keunggulan sendiri dalam menciptakan budaya sekolah yang membedakannya dari sekolah-sekolah lain, Budaya sekolah menurut Sumarsono (2012:7) adalah sistem nilai, kepercayaan, dan norma yang diterima bersama dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami dan dibentuk oleh lingkungan dengan menciptakan pemahaman yang sama pada seluruh civitas sekolah.

Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sekolah dengan mengakui dan menganut sebuah nilai bisa membentuk sebuah pola prilaku disiplin peserta didiknya. Ketika suatu perilaku sudah terbiasa dilakukan, maka akan menjadi kebiasaan baik peserta didik, kemudian akan menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Oleh karena itu, peniliti lebih memfokuskan pada kultur yang dianut sekolah tepatnya budaya religius, bukan pada kultur masyarakat secara umum sebagai salah satu faktor penentu kualitas sekolah.

Budaya religius sekolah pada hakikatnya adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai budaya dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh semua warga sekolah. Hal tersebut perlu dilakukan agar nilai-nilai agama Islam senantiasa tercermin dalam perilaku keseharian seluruh warga sekolah terutama siswa dan bisa menjadi tameng dalam menghadapi budaya-budaya negatif yang ada di lingkungan mereka. Untuk membudidayakan nilai-nilai keberagamaan (religius) dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas serta tradisi dan perilaku warga sekolah secara kontinyu dan konsisten sehingga tercipta religious culture tersebut di lingkungan sekolah. (Sahlan, 2010: 77).

Secara estimologi (istilah), disiplin diartikan sebagai tata tertib yang di gunakan untuk menjalankan sekolah dan di jalani secara bersama sama. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia yang di amati secara langsung maupun tidang langsung. Perilaku disiplin juga dapat diartikan sama dengan tingkah laku yang baik rasa toleransi yang tinggi untuk mencapai kondisi yang baiki. Perilaku displin siswa dapat dilihat dari siswa yang menunjukan tingkah lagu yang baik seperti menunda kesenangan mengembangkan potensi diri untuk menghindari hal yang buruk, sedangkan kaitannya dengan budaya yakni budaya sebagai sarana pembentuk perilaku siswa yang sesuai norma norma untuk melihat perkembangan siswa atau perilaku disiplin pada siswa.

Salah satu sekolah kejuruan di kabupaten Gresik yang menerapkan budaya religius untuk membentuk perilaku disiplin siswa yakni sekolah menengah kejuruan (SMK) Sunan Ampel tepatnya berada di Desa Bandut Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik. SMK Sunan Ampel ini memiliki 3 jurusan yaitu jurusan TKJ (Teknik Komputer Jaringan), TKR (Teknik Kendaraan Ringan), MM (Multi Media). Dalam sekolah ini seluruh siswa dibiasakan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari melalui penerapan budaya religius yang di terapkan pada  tata tertib yang mana seluruh kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan untuk membentuk kedisiplinan siswa, yang berbeda penerapannya dengan sekolah kejuruan sekitarnya dan juga memiliki kegiatan sosial yang dilaksanakan pada  saat menjelang ulangan akhir semester. Hal ini senada dengan yang sudah di jelaskan oleh Kepala SMK Sunan Ampel pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan bahwa:

“Kegiatan keagamaan yang ada di SMK Sunan Ampel antara  lain kegiatan di pagi hari yang berupa rutinitas yaitu (1) mengaji (membaca surat yasin, Tahlil, Istigosah), dan ditutup dengan doa bersama yang dilakukan setiap hari; (2) selanjutnya di sekolah SMK Sunan Ampel ini pada saat jam memasuki sekolah kepala sekolah dan dewan guru berbaris didepan gerbang untuk menyambut kedatangan siswa, kemudian siswa yang memasuki sekolah di biasakan untuk bersalaman; (3) Bagi siswa-siswi yang tidak disiplin peraturan akan mendapatkan punishment berupa berdiri dengan membaca surat yasin, surat pendek dan ayat ayat Al-qur’an; dan (4) di SMK Sunan Ampel ini sistem absensinya sudah menggunakan fingerprint, dimana kurang lebih terdapat tujuh buah fingerprint untuk guru dan siswa, dan sistem absensi dijadikan satu guna guru menjadi tauladan bagi siswa. (5) selain itu juga terdapat kegiatan ziarah wali yang dilaksanakan bagi siswa untuk menghadapi ualagan akhir semester”

Berdasarkan cuplikan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa SMK Sunan Ampel merupakan sekolah yang mempunyai keunikan atau cirikhas yaitu budaya religiusnya yang dibuktikan dengan berbagai kegiatan atau rutinitas yang diterapkan disekolah pada setiap harinya. Seperti, penerapan punishment bagi siswa yang tidak disiplin berupa berdiri dan membaca surat yasin, surat pendek dan ayat ayat Al-qur’an kemudian terdapat tujuh buah fingerprint di SMK Sunan Ampel. Adanya tujuh buah fingerprint bertujuan agar guru dan siswa dapat lebih disiplin karena sistem absensinya yang dijadikan satu harapannya guru menjadi tauladan bagi siswa. kegiatan ziarah wali yang dilaksanakan disetiap siswa akan menghadapi ulangan akhir semerter ini di harapkan mampu menjadi pembeda dari sekolah yang bernuansa islami lainnya. Serangkaian kegiatan tersebut tidak dilaksanakan pada sekolah umum maupun pada sekolah kejuruan bernuansa Islam di sekitar SMK Sunan Ampel Menganti Gresik.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang budaya sekolah pada lembaga pendidikan dengan judul “Implementasi Budaya Religius Dalam Membentuk Perilaku Disiplin Siswa di SMK Sunan Ampel”. Dengan pertimbangan sebagai berikut SMK Sunan Ampel sebagai lokasi penelitian karena SMK Sunan Ampel adalah sekolah kejuruan yang memiliki budaya religius yang dapat membentuk peserta didik lebih disiplin siswa sebagai ciri khas berupa penerapan punisment, sistem fingerprint, kegiatan ziarah wali, SMK Sunan Ampel juga di naungi YPI SA (Yayasan Pendidikan Islam Sunan Ampel), faktor lain yang menguatkan peneliti untuk melakukan penelitian di SMK Sunan Ampel karena memiliki prestasi di bidang akademik dan non akademik  yang baik. dengan demikian dari keunikan tersebut peneliti dapat meneliti budaya sekolah di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik selain itu sekolah memiliki  tujuan yaitu menjadi sekolah yang unggul dengan mewujudkan prestasi peserta didik yang disiplin dalam sekolah.

 

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif  dengan rancangan penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan memperoleh secara jelas gambaran tentang budaya religius dalam upaya membentu perilaku disimpin siswa dengan mengambil lokasi diSMK Sunan Ampel, sehingga diharapkan hasil akhir dalam penelitian ini menghasilkan informasi-informasi yang bermakna mengenai implementasi budaya religius dalam upaya membentuk perilaku disiplin siswa di SMK Sunan Ampel.

Subjek penelitian ini dapat diartikan sebagai informan yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2012:76) yaitu: Kepala Sekolah SMK Sunan Ampel, Waka Bidang Kesiswaan, Waka Bidang Kurikulum, Guru Mata Pelajaran, Guru Prduktif serta Peserta Didik. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan teknik wawancara semi terstruktur, observasi, dan studi dokumentasi, sesuai dengan fokus penelitian.

Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan melakukan beberapa langkah yaitu : Pengumpulan Data, Kondensasi Data, Penyajian Data Dan Verfikasi Data. Selanjutnya, untuk menguji keabsahan data yang diperoleh di lapangan, penelitian ini menggunakan uji Kredibilitas, Tranferabilitas, Konfirmabilitas, Dan Dependabilitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. A.    Budaya Religius Dalam Upaya Membentuk Perilaku Disiplin Siswa Di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik

Dalam upaya membentuk perilaku disiplin siswa dibutuhkan adanya penerapan budaya sekolah. Seperti yang dikemukakan Sumarsono (2012:33) yang menjelaskan bahwa budaya sekolah sebagai sistem nilai, kepercayaan, dan norma yang diterima bersama dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami dan dibentuk oleh lingkungan dengan menciptakan pemahaman yang sama pada seluruh civitas sekolah. Terdapat beberapa macam budaya sekolah, salah satunya adalah budaya islami atau religius. Menurut Usfuriyah (2010:19) bahwa budaya islami adalah sebuah kondisi dimana sekolah telah menjadi bagian dalam pembentukan karakter keislaman terhadap warga sekolah baik secara fisik maupun dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa islam.

SMK Sunan Ampel telah menerapkan budaya religius diantaranya adalah bersalaman saat memasuki sekolah atau saat berpapasan dengan dewan guru seperti yang telah dipaparkan Lawani (2013:27) terdapat terdapat lima bentuk budaya sekolah secara islami. Budaya tersebut yang pertama adalah bentuk budaya salaman , bentuk salaman ini selalu di terapkan pada siswa melalui kehidupan sehari-hari baik melalui kegiatan akademik maupun non akademik, diterapkan bahwa setiap bertemu dengan orang yang lebih tua dari kita saudara, guru maupun orang tua kita ketika akan pergi kesekolah, ataupun kembali dari sekolah untuk memberikan salaman kepada mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawani (2013:27) terdapat lima bentuk dari budaya sekolah secara islami. Salah satunya yakni bentuk budaya salaman. Bentuk salaman ini selalu di terapakan pada siswa melalui kehidupan sehari-hari baik melalui kegiatan akademik maupun non akademik. Jadi setiap bertemu dengan orang yang lebih tua dari kita, baik guru maupun orang tua kita ketika kita pergi sekolah, ataupun kembali dari sekolah harus kita bersalaman dengan mencium tangan mereka. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Midya’udin (2015) bentuk kegiatan kerohanian islam dalam meningkatkan perilaku budaya islami seperti melalui pendekatan secara individual. Dalam mendekati siswa dilakukan dengan cara yang simpati, lemah lembut dan memudahkan. Ajakan yang simpatik memunculkan citra yang positif. Oleh karena itu, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW, bahwasanya pendekatan ini didasarkan pada azas tolongmenolong, nasehat-menasehati, tujuan dari pendekatan ini yakni membina agar dapat melaksanakan amalan-amalan yang baik dan memberi pengaruh pada siswa untuk berperilaku menghargai keberagamaan yang baik. Selain memberi pengaruh siswa untuk berperilaku dengan baik, seorang pemimpin atau guru juga dapat mengetahui apakah setiap siswa sudah disiplin dalam hal kerapian atribut atau sebagainya.

Siswa yang berkendara apapun baik sepeda motor atau sepeda biasa harus mematikan mesin dan turun semenjak dari gerbang utama serta menuntun dengan berjalan kaki menuju parkir sepeda masing-masing dan berbudaya antri saat melakukan absensi dengan menggunkan sistem fingerprint sudah menjadi kegiatan pembiasaan bagi siswa dan melatih mereka untuk senantiasa berperilaku disiplin disetiap kegiatan sekolah dari awal masuk sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Menurut Midya’udin (2015) yaitu melalui pelatihan dan pembiasaan, dalam hal ini siswa dilatih untuk terbiasa melaksakan berbagai macam kebiasaan, seperti mematikan mesin kendaraan saat memasuki halaman sekolah, ibadah dan mu’amalah. Seperti sholat dhuha, sholat dhuhur, membaca Al-Quran, serta mengucap salam jika brtemu teman, guru, maupun jika memasuki ruangan (kantor, kelas dan lain lain).

Pelatihan dan pembiasaaan merupakan cara yang cukup efektif untuk meningkatkan perilaku keagamaan siswa. karena suatu pembiasaan dalam beragama dapat menciptakan kesadaran beragama. Diperkuat oleh Lawani (2013:27) mengenai bentuk perilaku, implementasi budaya sekolah melalui dua kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah baik itu kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menguasai berbagai bidang yang berkaitan dengan perilaku yang positif sehingga siswa mampu menterjemahkan perilaku positif dalam kehidupannya. Dalam beberap kegiatan ini dapat dijadikan rujukan untuk mnegukur sejauh mana budaya religius dapat membentuk perilaku disiplin siswa di SMK Sunan Ampel.

Temuan lain adalah penerapan kebiasaan membaca do’a bersama sebelum memulai pembelajaran (istigosah). Di SMK Sunan Ampel sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai ketika bel sudah memperingatkan untuk masuk dalam kelas maka seluruh siswa di kelas masing-masing langsung membaca doa sebelum memulai belajar seyelah membaca do’a sebelum belajar dilanjutan membaca yasin yang dikomando oleh siswa-siswa yang piket dari dalam kantor. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawani (2-013:27) yaitu do’a bersama, untuk melalui pembelajaran siswa di harapkan berdoa agar seluruh pelajaran yang di dapatkan dapat di pahami dengan benar. Bahwa sebelum memulai sesuatu pekerjaan harus didahului dengan doa, dengan dibiasakannya membaca alqur’an setiap hari secara istiqomah maka menjadikan siswa mendapat pahala, disamping itu pelajaran yang diajarkan oleh guru jadi mudah terserap dan menjadi lebih bermanfaat.

Selanjutnya adalah kegiatan peringatan hari besar islam, di SMK Sunan Ampel selelu memperingati berbagai peringatan hari besar islam (PHBI) untuk menghargai dan menghormati moment-moment penting tersebut dengan berbagai kegiatan seperti kegiatan sosial terhadap masyarakat dan juga di SMK Sunan Ampel juga melakukan ziarah wali di berbagai kesempatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Midya’udin (2015) bahwa melalui kegiatan sosial dengan kegiatan sosial di luar sekolah misalanya ziarah wali dan juga melakukan berbagai macam kegiatan sosial ke masyarakat. Di harapkan kegiatan ini dapat meningkatkan perilaku keberagamaan siswa untuk peduli terhadap sesama dan siswa agar lebih semangat dalam menyebarkan syariat Islam.

Kemudian dalam memperhatikan perkembangan perilaku disiplin siswa, dewan guru dan semua staf sekolah memberikan punishment untuk siswa yang melanggar tata tertib sekolah  dan juga reward untuk siswa yang berprestasi agar siswa yang lain termotivasi untuk meningkatakan prestasinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Prijodarminto (Tu’u 2004:31) disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan keterikatan. Dan diperkuat menurut Rachman ( Tu’u 2004:32) menyatakan disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud disiplin adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan tata tertib atau aturan yang berlaku baik yang muncul dari kesadaran dirinya maupun karena adanya sanksi atau hukuman. Oleh karena itu, dalam upaya membentuk perilaku disiplin siswa perlu adanya tindakan yang tegas dari semua pihak sekolah dengan memastika semua siswa menjalankan segala tata tertib yang sudah ada disekolah.

Menurut pendapat peneliti dari penelitian yang sudah peneliti lakukan terkait dengan penerpan budaya religius dalam membentuk perilaku disiplin siswa di SMK Sunan Ampel sudah sesuai. Namun, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut; 1) perlu adanya koordinasi yang baik antara pemimpin sekolah dengan semua staf atau pegawai guna mewujudkan budaya religius; 2) serta mengoptimalkan penerapan kegiatan-kegiatan religius disekolah.

 

  1. B.    Peran Kepala Sekolah Dalam Implementasi Budaya Religius Dalam Upaya Membentuk Perilaku Disiplin Siswa Di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik

Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin, harus dapat memberi panutan atau contoh yang baik. Di SMK Sunan Ampel, Kepala Sekolah biasanya datang lebih awal daripada siswa, itu menunjukkan contoh sikap kedisplinan dari seorang pemimpin. Kepala Sekolah beserta Guru memakai seragam dengan rapi untuk mencerminkan sikap keindahan dan kerapian. Seperti yang dinyatakan oleh Nurkolis, (2003:204) bahwa Budaya sekolah akan baik apabila kepala sekolah dapat: (a) berperan sebagai model, (b) mampu membangun tim kerja sama, (c) belajar dari guru, staf dan siswa, (d) harus memahami kebisaan untuk terus di kembangkan. Pengembangan karakter peserta didik sangat memerlukan lingkungan yang sesuai antara nilai ideal dan realitas yang dihadapi. Apa yang dilihat dan didengar lebih berpengaruh pada pengembangan perilaku daripada apa yang dilarang dan apa yang disuruh kepada peserta didik. Keteladanan ini sangat diperlukan dalam ketiga wahana pendidikan, yaitu di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah sebagai lingkungan yang harus diciptakan normatif. Pengembangan perilaku yang disiplin sesuai nilai-nilai budaya bangsa dan lebih efektif dan efisien apabila disertai keteladanan dari pimpinan. Pembentukan disiplin pada peserta didik hanya efektif apabila kepala sekolah dan gurunya menjadi teladan dalam kedisiplinan. Apabila meminta siswa datang tepat waktu maka guru harus datang lebih awal. Apabila meminta siswa berpakaian rapi maka guru harus berpakaian lebih rapi. Hal ini diterapkan secara konsisten di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik. Dengan begitu sebagai seorang panutan diharapkan memiliki kedisplinan, ketertiban, serta mengajarkan apa saja yang baik sehingga seluruh warga yang menganut pimpinan juga ikut menyerap apa yang dilakukan pada diri seorang pemimpin, pemimpin harus menjadi suri tauladan yang baik, agar seluruh warga sekolah dapat melihat kemudian termotivasi untuk perubahan ke arah yang lebih baik lagi.

Kepala Sekolah memperhatikan siswa, guru, maupun masyarakat sekitar. Seperti contoh memperhatikan siswa yaitu Kepala Sekolah selalu mengecek setiap harinya mulai dari atribut pada saat masuk halaman gerbang sekolah, kemudian pada saat jam pelajaran berlangsung kepala sekolah berjalan ke ruangan kelas untuk mengecek apakah seluruh siswa melakukan proses pembelajaran dengan semestinya, apakah jika ada guru yang berhalangan hadir sudah diisi dengan materimateri yang positif, sampai pada sholat berjamaah apakah seluruh siswa sudah hadir semua di musholla. Memperhatikan guru, yaitu apabila guru terlambat masuk ke ruang kelas maka di ingatkan untuk segera menuju ke ruang kelas masing-masing, jika berhalangan hadir maka harus izin terlebih dahulu. Sesuai dengan pendapat Nurkolis, (2003:203) bahwa  budaya sekolah berkaitan erat dengan visi yang dimiliki kepala sekolah tentang masa depan sekolah. Dengan demikian kepala sekolah memiliki peran penting dan sebagai contoh dalam membentuk budaya sekolah.

Kepala sekolah memberikan berbagai tausiyah untuk mewujudkan agar peserta didiknya mempunyai perilaku yang baik. Memberi pengertian melalui ajakan untuk selalu bersikap baik terhadap sesama, menanamkan kebiasaan yang berhubungan dengan perintah agama dan menjauhi laranganlarangan. Sesuai dengan pendapat Lawani, (2013:27) yaitu Implementasi budaya sekolah melalui dua kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah baik itu kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menguasai berbagai bidang yang berkaitan dengan perilaku yang positif sehingga siswa mampu menterjemahkan perilaku positif dalam kehidupannya. Bahwa pemberian tausiyah bukan hanya kultum atau pengajian yang berkaitan dengan agama saja. Tetapi pemberi pengertian kepada siswa bahwa kita tidaklah bisa hidup sendirian, peduli terhadap sesama dan saling menghormati. Apabila ada permasalahan terhadap teman, maka sebagai seorang pemimpin yang baik harus dapat memberi pengertian kepadas setiap peserta didik untuk bersikap toleransi dan menyelesaikan konflik secara adil melalui sosialisasi dalam organisasi. Misalnya OSIS, karena dalam suatu organisasi diajarkan sikap saling menghormati sesama baik antara pemimpin dan yang dipimpin.

Memberikan aturan atau tata tertib yang mendidik agar siswa dapat menjadi siswa yang disiplin dan mencintai keindahan. Peraturan yang ditetapkan disebuah lembaga pendidikan tentu berbeda-beda, pencitraan sekolah berbagai macam, mulai dari kedisplinan, kebersihan, keagamaan, dan lain sebagainya. Contoh penerapan keagamaan, semua siswa apabila sudah menjelang waktu sholat dhuha maupun sholat dhuhur, maka tidak boleh melakukan aktivitas apapun selain menunaikan ibadah sholat secara berjamaah di musholla, Kepala Sekolah sering kali mengecek seluruh ruangan apakah masih ada siswa yang belum melakukan sholat berjamaah. Sebelum dan sesudah pembelajaran dibiasakan membaca doa bersama-sama.

Dalam hal aturan tidak lepas dari yang namanya hukuman dan penghargaan. Peraturan sekolah yang dilanggar mendapat hukuman sesuai dengan apa yang telah dilanggar. Agar perilaku peserta didik sesuai dengan tata nilai dan norma yang ditanamkan perlu dilakukan konfirmasi antara nilai yang dipahami dan perilaku yang dimunculkan. Apabila peserta didik melakukan yang sesuai yang baik perlu diberikan penghargaan atau pujian. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku terhadap tata nilai dan norma perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dengan memberikan punishment atau sanksi yang sepadan dan bersifat pedagogis pada peserta didik. Secara bertahap punishment ini awalnya bersifat preventif yaitu mencegah terjadinya pelanggaran lebih lanjut dengan memberikan teguran, nasehat, penugasan atau sejenisnya. Selanjutnya pada tingkat yang lebih tinggi dilakukan represi agar pelanggaran tidak menyebar pada peserta didik lain. Pada tahap terakhir, jika diperlukan ada tindakan shock therapy untuk pelanggaran yang benar-benar esensial sehingga memberikan efek jera. Namun demikian, seberat apapun punishment yang diberikan harus dilakukan dalam upaya perbaikan atau pembinaan untuk rehabilitasi dan resosialisasi. Peserta didik yang melakukan kebaikan dan menunjukkan prestasi diberikan penghargaan atau pujian. Seperti siswa yang selalu menurut, berbakti kepada guru, mau melakukan apa saja yang diperintahkan oleh guru, maka siswa tersebut biasanya mendapat nilai-nilai yang bagus. Untuk memberikan sugesti dan dorongan positif agar memiliki karakter yang baik perlu dilakukan tradisi pemberian penghargaan pada siswa-siswa yang berprestasi terbaik tidak hanya di bidang akademik saja tetapi juga siswa yang kepribadiannya terbaik yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yang terukur. Sesuai dengan pendapat Menurut Mulyasa (2006:109) dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa, guru sebagai pendidik harus bertanggung jawab untuk mengatakan apa yang baik, menjadi tauladan, sabar dan penuh pengertian. Guru harus mampu menumbuhkan disiplin pada diri peserta didik. Agar perilaku peserta didik sesuai dengan tata nilai dan norma yang ditanamkan perlu dilakukan konfirmasi antara nilai yang dipahami dan perilaku yang dimunculkan. Apabila peserta didik melakukan yang sesuai yang baik perlu diberikan penghargaan atau pujian.

Menurut pendapat peneliti dari penelitian yang sudah peneliti lakukan terkait dengan peran kepala sekolah dalam implementasi budaya religius dalam upaya membentuk perilaku disiplin siswa di SMK Sunan Ampel sudah baik dan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah atau pemimpin lembaga. Namun, perlu adanya beberapa hal agar peran kepala sekolah menjadi lebih optimal yaitu dengan mengadakan sosilasasi bertahap kepada seluruh warga sekolah serta melakukan monitoring dan supervisi berkala.

 

  1. C.    Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Implementasi Budaya Religius Dalam Upaya Membentuk Perilaku Disiplin Siswa di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik

Masih ada siswa yang kurang mentaati peraturan sekolah. Seperti masih banyak siswa yang tidak masuk sekolah karena main kerumah teman atau nongkrong di warung kopi, keterlambatan siswa masuk kelas, kurangnya kerapian seragam yaitu masih ada siswa laki-laki yang tidak memasukkan baju kedalam celana, apabila waktu sholat dhuha masih banyak siswa yang berada di ruang kelas dan masih harus dipaksakan. Terdapat siswa laki-laki yang berambut panjang, maka guru piket memotong rambut siswa tersebut, siswa ramai apabila guru dikelas berhalangan hadir. Masih ada sebagian siswa yang harus dipaksakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di sekolah seperti sholat berjamaah, dan juga terdapat siswa yang membeli makanan pada waktu istirahat sudah selesai. Masih ada siswa yang ramai dengan temannya sewaktu jam pelajaran sedang berlangsung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pabundu (2006:150) terkait kendala dari siswa yaitu nilai-nilai yang menjadi budaya kurang dianut, kurang dihayati, dan kurang dilaksanakan oleh anggota sekolah. Bahwa seorang siswa tentu tidak semuanya berperilaku yang baik. Hal tersebut berimbas pada setiap individu siswa lebih sulit untuk mentaati peraturan di sekolah.

Masih belum maksimal dengan mengenai peraturan kedisplinan. Terutama masih ada siswa yang datang terlambat sebelum memulai proses pembelajaran, terkadang masih ada siswa yang membeli makanan di kantin sewaktu jam pelajaran berlansung, hal ini dikarenakan belum tegasnya hukuman yang seharusnya siswa dapatkan apabila melanggar peraturan atau tata tertib sekolah. Senada dengan yang dipaparkan oleh Pabundu (2006:150) tentang kendala dalam pembentukan perilaku disiplin siswa bahwa tidak tepatnya sistem reward dan panishment. Apabila sistem reward dan panishment dapat dijalankan dengan tegas dan lancar maka akan mengurangi tingkat pelanggaran siswa atas tata tertib atau peraturan sekolah yang ada.

Masih terdapat guru yang datang terlambat sebelum memulai proses pembelajaran, dan mengenai pembelajaran di kelas masih terdapat guru yang lupa untuk mengkaitkan pembentukan disiplin dengan mata pelajaran. Bahwa kita ketahui guru adalah salah satu suri tuladan bagi siswa apabila ingin membentuk perilaku disiplin siswa guru juga harus berperilaku disiplin terlebuh dahulu. Hal ini terjadi karena berbagai alasan, dan terutama komitmen dalam diri sendiri yang masih belum maksimal seperti pendapat Pabundu (2006:150) faktor yang menjadi kendala implementasi budaya religius dalam upaya membentuk perilaku disiplin siswa antara lain manajemen yang terlalu longgar, sehingga tidak adanya komitmen yang serius di antara anggota. Kendala selanjutnya adalah sarana dan prasarana yaitu Masjid yang kurang representatif dikarenakan bangunan masjid yang kurang luas sehingga siswa-siswi menggunakan strategi bergilir untuk melakukan ibadah saat jam sholat dzuhur.

Menurut pendapat peneliti dari penelitian yang sudah peneliti lakukan terkait dengan kendala-kendala dalam implementasi budaya religius di SMK Sunan Ampel perlu diadakannya punishment yang tegas kepada peserta didik yang melanggar peraturan. Dan memberikan arahan atau teguran kepada staf atau dewan guru yang tidak disiplin dalam bekerja.

 

  1. D.    Upaya Yang Dilakukan Dalam Implementasi Budaya Religius Dalam Upaya Membentuk Perilaku Disiplin Siswa di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik

Memperhatikan perilaku siswa dalam melaksanakan kegiatan di sekolah. kepala Sekolah selalu mengecek absensi siswa, apabila siswa selama satu semester lebih dari sebelas kali membolos maka orang tua dari siswa tersebut dipanggil, selalu mengecek ke seluruh ruangan selama proses pembelajaran berlangsung, apabila guru berhalangan hadir maka ketua kelas diwajibkan untuk mengisi hal-hal yang positif seperti diskusi, belajar berkomunikasi dengan bahasa inggris maupun bahasa arab dengan teman sebangku. Apabila melakukan sholat berjamaah maka guru yang menajdi imam mengecek shaf apakah sudah bagus dan sesuai dengan ajaran agama, yaitu tidak boleh ada jarak di setiap shaf kanan kirinya. Sesuai dengan pendapat Naili (2015), Kepala sekolah sebagai pemimpin professional di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat penting, mengingat posisinya secara structural sebagai pimpinan legal formal memiliki kekuasaan penuh pada lembaga yang dipimpinnya. Kepala sekolah merupakan pimpinan tertinggi dalam lembaga pendidikan sekolah. Penetapan strategi dalam bidang pendidikan agama islam oleh kepala sekolah untuk diwujudkan dalam menciptakan suasana budaya religius di lingkungan sekolah. Diperkuat dengan pendapat Pabundu (2006:205) salah satu upaya dalam mengatasi kendala implementasi budaya religius antara lain adalah keteladanan pemimpin organisasi. Bahwa seorang pemimpin, Kepala Sekolah harus mempunyai sebuah komitmen untuk memperhatikan setiap individu peserta didiknya, agar siswa menjadi lebih giat dalam melakukan proses pembelajaran, dan siswapun lebih senang ketika diperhatikan.

Kepala sekolah juga harus mampu untuk meningkatkan komitmen anggota dengan memperhatikan kesehjateraan anggota. Semua pihak sekolah atau elemen sekolah harus bekerja sama dan memaksimalkan komitmen yang tertanam pada dirinya sendiri untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya disekolah. Membangun budaya sekolah yang religius dan berupaya membentuk perilaku disiplin kepada para peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pabundu (2006:150) mengenai pengembangan kesejahteraan anggota. Dalam suatu lembaga pendidikan kesejahteraan anggota merupakan hal utama yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin. Bahwa pengembangan kesejahteraan anggota yaitu dapat dengan cara merangkul dan bekerja sama untuk membangun sekolah yang diharapkan, menciptakan suasana budaya religius di lingkungan sekolah untuk mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlaq mulia, menjaga keharmonisan secara personal dan social serta melaksanakan budaya religius dalam komunitas sekolah.

PENUTUP

Simpulan

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan antara lain sebagai berikut :

  1. Penerapan budaya religius dalam upaya membentuk perilaku disiplin peserta didik di SMK Sunan Ampel yaitu diterapkannya kegiatan-kegiatan yang mencerminkan budaya sekolah islami atau religius berupa kegiatan dipagi hari siswa mulai memasuki gerbang SMK Sunan Ampel dengan turun dari kendaraannya untuk menghormati para guru yang sudah siap menyambut kedatangan para siswa. Siswa berjabat tangan dengan guru, kemudian melakukan presensi dengan menggunakan fingerprint. Pada saat jam masuk pertama kegiatan yang dilakukan adalah berdoa besamadan membaca Al-Qur’An serta sholat duha sesuai jadwal kelas. Pada siang hari siswa berjamaah sholat dhuhur dengan guru. Serta membiasakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa agama untuk membentuk perilaku disiplin siswa meliputi (ziarah makam wali, kegiatan PHBI, kegiatan sosial masyarakat).
  2. Peran kepala sekolah dalam implementasi budaya religius dalam upaya membentuk perilaku disiplin  di SMK Sunan Ampel  Menganti Gresik yaitu Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin, harus dapat memberi panutan atau contoh yang baik. Kepala sekolah memperhatikan siswa, guru, maupun masyarakat sekitar. Kepala sekolah memberikan berbagai tausiyah untuk mewujudkan agar peserta didiknya mempunyai perilaku disiplin yang baik. Dan memberikan aturan atau tata tertib sesuai dengan reward dan punishment.
  3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi budaya religius dalam upaya membentuk perilaku disiplin siswa di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik yaitu masih ada siswa yang kurang mentaati peraturan sekolah seperti masih banyak siswa yang terlambat datang ke sekolah. Masih belum maksimalnya peraturan kedisplinan, terutama masih ada guru yang datang terlambat sebelum memulai proses pembelajaran. Serta fasilitas sekolah seperti Masjid yang kurang representatif.
  4. Upaya mengatasi kendala dalam implementasi budaya religius dalam upaya membentuk perilaku disiplin siswa di SMK Sunan Ampel Menganti Gresik yaitu dengan cara memperhatikan dan menegur perilaku siswa yang tidak sesuai dengan peraturan. Memberikan punishment yang tegas bagi peserta didik yang melanggar peraturan. Pemimpin harus selalu mengingatkan kepada semua guru untuk membentuk perilaku disiplin siswa. Dan mengajak warga sekitar sekolah untuk membangun sekolah yang bernuansa islami serta menjaga lingkungan sekolah agar tetap menjadi sekolah yang bersih.

Saran

Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan diatas maka terdapat saran yakni sebagai berikut:

  1. Bagi Kepala Sekolah SMK Sunan Ampel

Kepala sekolah diharapkan dapat meningkatkan serta mempertahankan budaya religius yang ada di  sekolah. Sebagai seorang pemimpin hendaknya selalu memperhatikan seluruh warga sekolah baik secara kedisiplinan, kebersihan, dan keindahan sekolah. Membuat buku penilaian kegiatan yang berisikan tentang kegiatan keagamaan siswa untuk dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan atau prestasi siswa.

  1. Bagi Wakil Ketua Bidang Kesiswaan

Wakil ketua bidang kesiswaan sebaiknya melakukan analisis mengenai kendala-kendala atau penghambat yang akan menimbulkan ketidaksesuaian dalam proses pembentukan perilaku disiplin siswa, sehingga dapat meminimalisir hambatan tersebut sekaligus dengan alternatif-alternatif penyelesaiannya.

  1. Bagi Wakil Ketua Bidang Kurikulum

Wakil ketua bidang kurikulum sebaiknya melakukan beberapa pengembangan atau kreatifitas dan berkolaborasi dengan dewan guru dalam hal kegiatan belajar mengajar yang didalamnya terdapat nilai-nilai kegiatan keagamaan yang dapat membentuk perilaku didiplin siswa di kelas.

  1. Bagi Guru SMK Sunan Ampel.

Guru diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan budaya religius yang ada, terlibat langsung dalam ritual keagamaan, dan tidak lupa untuk mengkaitkan materi pembelajaran dengan pembentukan perilaku disiplin siswa.

  1. Bagi peneliti lain.

Untuk peneliti lain diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi serta informasi untuk menambah dan mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan seputar manajemen peserta didik.

 

DAFTAR RUJUKAN

Alim, Sumarsono. 2012. Belajar Mengajar Pembelajaran. (online). http//blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarsono/belajar-mengajardanpembelajaran/diakses pada tanggal 25 Desember 2016 pukul 18.30.

Midya’udin, Ahmad. 2015. Implementasi Kegiatan Rohani Siswa (Rohis) Dan Budaya Islami Di Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PAI Siswa. (http://www.lpmpbanten.net/berita-item/implementasi-kegiatan-rohani-siswa-rohis-dan-budaya-islam-di-sekolah-dalam-upaya-meningkatkan-has.html (online) diakses pada sabtu tanggal 11 Maret 2017 pukul 10.15).

Moleong, L.J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E.2006.Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nurkholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Persada

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tika, Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara

Tulus, Tu’u. 2004.  Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Belajar. Jakarta: Grasindo

Usfuriyah. 2010. Menerapkan Budaya Sekolah Islami. Skripsi Universitas Islam Negeri Surabaya (Surabaya: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Surabaya

Zamroni. 2003. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf  Publishing

Published
2017-07-14
Abstract Views: 677
PDF Downloads: 143