GANGGUAN BERBAHASA JENIS PSIKOGENIK LATAH: STUDI KASUS DI DESA TROPODO KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO

  • NOVIA PUTRI FATMAWATI

Abstract

GANGGUAN BERBAHASA

JENIS PSIKOGENIK LATAH: STUDI KASUS DI DESA TROPODO KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO

Novia Putri Fatmawati

Mahasiswa S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya,noviap60@gmail.com

Dr. Mintowati M. Pd.

Dosen S-1 Pendidikan Bahasa Mandarin, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya

mintowati@yahoo.co.id

Abstrak

Latah adalah perbuatan membeo atau menirukan apa yang dilakukan orang lain. Tetapi, sebenarnya latah merupakan suatu sindrom yang bersifat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing. Latah merupakan sebuah perilaku yang kadang mengganggu dalam berkomunikasi. Perkataan dan kadang disertai gerakan yang berulang-ulang membuat penderita latah terlihat tersiksa dengan kondisinya. Tujuan pada penelitian yaitu menghasilkan deskripsi jenis reaksi latah yang diujarkan oleh penduduk di desa Tropodo kecamatan Waru kabupaten Sidoarjo, dan menghasilkan deskripsi tentang faktor penyebab terjadinya latah yang diujarkan oleh penduduk di desa Tropodo kecamatan Waru kabupaten Sidoarjo. Teori yang digunakan oleh penelitian ini adalah teori mengenai latah yang disampaikan oleh Mayor dan Simons. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap dan metode simak dengan teknik pancing, catat dan rekam, dan teknik wawancara yang tidak berstruktur. Sedangkan metode yang digunakan dalam penganalisisan data adalah metode intralingual dan ekstralingual dengan teknik HBS, HBB, dan HBSP. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya empat jenis reaksi yang ditimbulnya yaitu coprolalia, echolalia, echopraxia, dan automatic obedience. Jenis reaksi coprolalia merupakan jenis latah yang paling sering muncul sebanyak sebelas kali pada sebelas konteks. Jenis reaksi ekolalia sebanyak tujuh kali. Jenis reaksi latah echopraxia sebanyak dua kali, dan automatic obedience sebanyak tiga kali. Faktor penyebab terjadinya latah terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor mimpi. Peneliti juga menemukan faktor terjadinya latah yang lain yaitu faktor mimpi yang dialami oleh SD1.

Abstract

Latah is an act of parroting or imitating what other people do. But, actually latah is the only one that is dirty and locomotor disturbances that can be provoked. Latah is a behavior that sometimes changes in communication. Words and sometimes repetitive movements make latah sufferers look tormented with their condition. The research objective was used to determine whether the population was tested by residents in the village of Tropodo, Waru sub-district, Sidoarjo district, and made a description of the causal factors spoken by residents in the Tropodo village, Waru district, Sidoarjo district. The theory used by this theory is the theory related to latah delivered by Major and Simons. The data method used in this study is the proficient method and method refer to fishing techniques, note and record, and unstructured interview techniques. While the method used in analyzing the data is the intalingual and extralingual methods with the HBS, HBB, and HBSP techniques. The results found in this study were the presence of four types of reactions that arose namely coprolalia, echolalia, echopraxia, and automatic obedience. The type of coprolalia reaction is a type of talk that most often appears eleven times in eleven contexts. The type of echolian reaction is seven times. The type of reaction echoed echopraxia twice, and automatic obedience three times. Factors causing latah are divided into two factors, namely environmental factors and dream factors. The researcher also found factors that influenced the factors experienced by SD1.

PENDAHULUAN


Bahasa merupakan simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Seorang manusia yang normal fungsi otak dan alat bicara, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, dengan kata lain kemampuan berbahasanya terganggu. Secara medis gangguan berbahasa dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu (1) gangguan berbicara (2) gangguan berbahasa (3) gangguan berpikir (4) gangguan berbahasa terjadi karena gangguan lingkungan sosial. Gangguan berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Yaitu gangguan mekanisme berbicara, gangguan akibat multifaktorial, dan gangguan psikogenik.

Psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik atau tekanan atau stress emosional. Gangguan psikogenik itu merupakan gangguan berbahasa yang tidak berasal dari kesalahan sistem organ tubuh, melainkan merupakan suatu gangguan yang hanya dipicu oleh mental seperti stres, ingin lain daripada orang pada umumnya, kurang bisa mengendalikan emosi dan sebagainya. Gangguan psikogenik ini dapat berwujud seperti berbicara kemayu, berbicara gagap, berbicara manja, dan juga berbicara latah.

Dalam penelitian ini, penulis membahas gangguan berbahasa yang tergolong gangguan psikogenik latah. Latah merupakan perbuatan membeo atau menirukan apa yang dilakukan orang lain. Gangguan berbahasa tersebut dialami oleh tiga orang warga masyarakat di Desa Tropodo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Pengaruh lingkungan tidak semua memberi dampak yang baik, tetapi juga memberi dampak yang kurang baik bagi perkembangan kebahasaan. Pengaruh yang kurang baik salah satunya yaitu bentuk perilaku latah yang dialami oleh tiga warga Desa Tropodo kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Latah memiliki berbagai reaksi pada saat terjadi, satu di antaranya adalah dalam bentuk verbal atau bahasa.

Harapan yang diinginkan adalah diketahuinya bentuk tuturan dari penderita gangguan psikogenik latah, letak pengulangan pada tuturan penderita psikogenik latah dan faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya latah.

Atas dasar uraian di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Gangguan Berbahasa Jenis Psikogenik Latah: Studi Kasus Di Desa Tropodo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”.

A. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan, mengembangkan dan melengkapi pengetahuan tentang gangguan berbahasa jenis psikogenik latah, khususnya tentang bentuk tuturan, letak pengulangan tuturan dan penyebab latah yang terjadi pada warga di Desa Tropodo.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mata kuliah psikolinguistik, khususnya tentang gangguan berbahasa jenis psikogenik latah dan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti tentang kajian psikolinguistik, khususnya tentang gangguan berbahasa psikogenik jenis latah.

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dibatasi pada kasus tiga warga di desa Tropodo khususnya ibu Ulfa (SD1), ibu Ulipah (SD2) dan ibu Yuyun (SD3). Ketiga penderita tersebut menjadi subjek penelitian ini karena merupakan tiga warga yang memiliki intensitas latah secara verbal yang paling banyak.

METODE

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa lisan dan perilaku yang diamati. Peneliti bertindak sebagai pengidentifikasi masalah, pemecah masalah beserta solusi, serta pemberi simpulan pada akhir penelitian.

Hal tersebut sesuai dengan pendekatan ini yakni menghasilkan deskripsi tentang latah yang diujarkan oleh sebagian warga di desa Tropodo, dan menghasilkan deskripsi tentang penyebab latah yang dialami oleh penduduk di desa Tropodo.

B. Sumber Data dan Data Penelitian

1. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penduduk desa Tropodo kecamatan Waru kabupaten Sidoarjo. Kriteria sumber data pada penelitian ini merupakan penduduk asli desa Tropodo agar data yang didapatkan murni. Sumber data merupakan penduduk asli desa Tropodo dengan usia mulai 17 tahun ke atas. Hal tersebut karena dianggap sudah matang berbahasa. Sumber data merupakan penduduk asli desa Tropodo yang mengidap gangguan berbahasa latah, tapi tidak mengidap penyakit lain (secara jasmani dan rohani). Terdapat tiga sumber data pada penelitian ini, yaitu Ibu Ulfa, Ibu Ulipah, Ibu Yuyun. Ketiga sumber data tersebut dipilih karena dianggap sesuai dengan kriteria sumber data yang disebutkan sebelumnya. Selain itu ketiga sumber data tersebut merupakan penderita latah yang paling menonjol di antara penderita lainnya di Desa Tropodo Waru Sidoarjo.

2. Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk tuturan, letak pengulangan; kata, frasa dan kalimat. Juga faktor penyebab terjadinya latah pada penderita gangguan psikogenik latah yang dialami oleh penderita latah di Desa Tropodo.

C. Pengumpulan Data

1. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode cakap dan metode simak. Metode cakap digunakan peneliti untuk berinteraksi secara langsung dengan informan. Sedangkan metode simak digunakan peneliti saat informan sedang berinteraksi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Metode simak dan metode cakap tersebut didukung oleh beberapa teknik yang digunakan pada penelitian ini. Teknik tersebut adalah teknik pancing, catat, dan rekam. Teknik pancing digunakan peneliti untuk menggali data agar lebih bervariasi. Teknik pancing tersebut digunakan dengan memberikan rangsangan secara verbal pada sumber data. Rangsangan tersebut diberikan dalam bentuk pertanyaan lanjutan dari setiap pernyataan yang diberikan sumber data. Kemudian teknik catat dan rekam yang dilakukan secara bersamaan dengan teknik pancing. Hal tersebut dilakukan agar data yang ada dapat tersimpan atau terdokumentasikan dengan baik dan tidak ada yang terlewat. Hasil rekaman juga berfungsi sebagai media pengecekan ulang jika terdapat data-data yang secara samar ditangkap.

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara yang digunakan untuk pengumpulan data secara mendalam terhadap objek penelitian. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung dan sebagai instrumen adalah peneliti sendiri.

2. Prosedur Pengumpulan Data

a) Mempersiapkan tabel kosong yang akan diisi dengan tuturan latah para informan.

b) Mempersiapkan data diri informan yang terdiri atas nama, alamat, tempat tanggal lahir

c) Mempersiapkan alat rekam berupa HP untuk mendokumentasikanreaksi latah informan.

d) Mempersiapkan alat tulis guna mencatat hal-hal penting terkait data penelitian.

e) Melakukan percakapan atau wawancara tidak berstruktur dengan informan, yakni dengan tiga orang warga di desa Tropodo Waru Sidoarjo

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah daftar tanyaan yang berisikan tentang

a) Daftar informan

Informasi seputar identitas informan, seperti: nama, alamat, usia, dan pekerjaan

b) Daftar analisis data

Tabel transkip percakapan, untuk mengetahui bentuk tuturan, dan letak pengulangan. Juga buku catatan untuk mencatat data-data faktor penyebab terjadinya latah.

c) Daftar tanyaan

Daftar tanyaan yang disediakan peneliti merupakan tanyaan yang mengarah pada penyebab terjadinya gangguan berbahasa latah yang ditinjau dari segi psikologi.

D. Penganalisisan Data

1. Metode dan Teknik Penganalisisan Data

Tahap analisis data merupakan tahapan yang sangat menentukan. Oleh karena itu dalam penanganan tahapan analisis data itu pun diperlukan metode dan teknik-teknik yang cukup andal. Dalam penelitian ini akan digunakan metode padan intralingual untuk menganalisis data. Teknik yang digunakan adalah teknik hubung banding membedakan (HBB). Metode padan intrangual digunakan pada penelitian ini karena data yang dikumpulkan oleh peneliti tentang reaksi latah dari segi kebahasaannya. Kemudian teknik hubung banding membedakan (HBB) digunakan karena peneliti berusaha mengelompokkan jenis latah berdasarkan reaksi kebahasaan dari informan yang bersangkutan. Informan dalam hal ini adalah warga di Desa Tropodo Waru Sidoarjo.

2. Prosedur Analisis Data

a) Pengkodean data

Pengkodean data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

K = Konteks

P = Peneliti

PB =Pembantu Peneliti

SD1 = Sumber Data 1

SD2 = Sumber Data 2

SD3 = Sumber Data 3

CL = Coprolalia

EL = Ekolalia

EP = Ekopaksia

OB =Otomatic Obedience

KK = Kata kerja

KS = Kata Sifat

KB = Kata Benda

b) Pengklasifikasian data

Berdasarkan bentuk tuturan penderita gangguan psikogenik latah; kata, frasa dan kalimat sesuai jenis reaksi tuturannya. Juga pengklasifikasian berdasarkan faktor penyebabnya latah.

c) Analisis data

Data yang sudah diklasifikasikan akan digolongkan berdasarkan jenis reaksi latah dan diklasifikasikan lagi sesuai dengan bentuk tuturannya. Kemudian, pengulangan diidentifikasi berdasarkan letak tuturan yang mengalami pengulangan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa reaksi verbal yang muncul adalah dari dua jenis reaksi latah, yakni coprolalia dan ekolalia. Selain dua jenis reaksi latah tersebut, diketahui pula bentuk-bentuk kebahasaan dari reaksi latah pada sebagaian warga di desa Tropodo. Bentuk kebahasaan tersebut berupa bentuk pengulangan yang diulang berdasarkan kata atau frasa yang berada di awal atau tengah bahkan akhir kalimat. Pada penelitian ini pula ditemukan beberapa faktor penyebab terjadinya latah, satu diantaranya adalah faktor mimpi.

1. Bentuk Tuturan Latah

Bentuk tuturan latah yang ditemukan berupa bentuk pengulangan kata kotor dan tuturan tertentu. Hal itu dapat dilihat melalui dua jenis reaksi latah coprolalia dan ekolalia.

Dalam penelitian ini, jenis reaksi Corpolalia terdapat dua jenis bentuk tuturan latah yaitu kata dan kalimat.

Kata merupakan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. Berikut ini contoh bentuk pengulangan tuturan latah yang berupa kata berjenis reaksi coprolalia sebagai berikut.

“PB : mari nyusoni sopo?”

“SD1: nyusoni manuk e, eh manuk e”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kata “manuk” dalam kalimat “nyusoni manuk e, eh manuk e”.

“P : sampean namine sinten?

“SD1 : manuk, ealah manuk. Sopo? Eh sopo..”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kata “manuk” dan kata “sopo” dalam kalimat “manuk, ealah manuk. Sopo? Eh sopo”.

“SD1: wes talah mulio. Manuk’e eh manuk’e”

“PB: ngono jare bolo”

“SD1: gak blas”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kata “”manuk”” dalam kesuluruhan kalimat “”wes talah mulio. Manuk’e coplok, eh manuk’e coplok”.

“P: umur pinten buk?”

“SD2: umur 50 tahun”

“PB: gak oleh din yang ta iku?”

“SD2: eh gak kontol a, gak kontol, eh mboten..”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD2 yaitu berupa kata “”kontol”” dalam keseluruhan kalimat “”eh gak kontol a, gak kontol”.

“PB: loh laiyo payu ngunu digawe 30 ae ojok 50”

“SD2: nggeh ancene mboten payu kontol e, eh anu ne, eh sapine, eh.. opo?”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD2 yaitu berupa kata. Namun, pengulangan tersebut mengalami perubahan dari kata "kontol" menjadi kata "anu".

Selanjutnya, kalimat merupakan satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. Berikut ini contoh bentuk pengulangan tuturan latah yang berupa kalimat berjenis reaksi coprolalia sebagai berikut.

“PB: lek lugur jupuk’ono sek”

“SD1: emok, sikil’e manuk’e coplok, eh sikil manuk’e coplok..”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kalimat “sikil manuk’e coplok” dalam keseluruhan kalimat “emok, sikil’e manuk’e coplok, eh sikil manuk’e coplok..”.

a. Ekolalia

Ekolalia merupakan tingkah laku meniru perkataan yang diujarkan atau yang didengarnya. Peniruan atau pengulangan dalam jenis reaksi ini bukan hanya dalam bentuk kata saja, tapi juga dapat terjadi pada frasa dan kalimat. Berikut merupakan bentuk pengulangan pada jenis reaksi Ekolalia:

a) Kata

Kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. Berikut ini contoh bentuk pengulangan tuturan latah yang berupa kata berjenis Ekolalia sebagai berikut.

“P: assalamualaikum”

“SD1: nggeh walaikum sayang, eh sayang”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kata “sayang” dalam keseluruhan kalimat “enggeh, walaikum sayang, eh sayang”.

“SD1 : untu, eh untu..”

“PB : Siti Mariah Ulfa ?”

“SD1 : nggeh”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kata “untuk” dalam kalimat “untu, eh untu”.

“PB: ojok oleh”

“SD1: iyo ojok oleh yo? Onok anak’e, eh anak’e. onok mantu’ne, eh mantu’ne. bapak’e”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 tidak hanya satu kata, melaikan dua kata yaitu kata “anak’e” dan kata “mantu’ne” dalam keseluruhan kalimat “iyo ojok oleh yo? Onok anak’e, eh anak’e. onok mantu’ne, eh mantu’ne. Bapak’e”.

b) Frasa

Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih berdifat nonprediksi. Berikut ini contoh bentuk pengulangan tuturan latah yang berupa kata berjenis reaksi Ekolalia sebagai berikut.

“PB: be’e oleh dinyang”

“SD2: mboten disebut, eh mboten di sebut. Mboten dinyang”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD2 yaitu berupa frasa “”mboten disebut”” dalam keseluruhan kalimat “”mboten disebut, eh mboten disebut. Mboten dinyang”.

“P: nopo’o? mboten...”

“SD2: mboten setul, eh mboten setul..”

“PB: gak tutuk? Atine ambek lambene gak podo?”

“SD2: nggeh..”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD2 yaitu berupa frasa “”mboten setul”” dalam keseluruhan kalimat “”mboten setul, eh mboten setul”.

c) Kalimat

Kalimat merupakan satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. Berikut ini contoh bentuk pengulangan tuturan latah yang berupa kalimat berjenis reaksi Ekolalia sebagai berikut.

“SD1: lapo mun? eh nang ndi mun?”

“PB2: mlaku-mlaku”

“SD1: wong numpak sepeda ngunu kok sikile mlaku-mlaku, eh kok sikile mlaku-mlaku sampekan”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kalimat “mlaku-mlaku” dalam keseluruhan kalimat “wong numpak sepeda ngunu kok sikile mlaku-mlaku, eh kok sikile mlaku-mlaku sampekan”.

“SD1: anak e nia maeng tak jarno ijen matang-matang, eh matang-matang”

“PB: ambek sopo?”

“SD1: matang-matang, eh matang-matang. Ijenan..”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang di alami oleh SD1 yaitu berupa kalimat “matang-matang”. Bentuk pengulangan tersebut terjadi dua kali pengulangan dalam keseluruhan kalimat “ anak e nia maeng tak jarno ijen matang-matang, eh matang-matang” dan kalimat “matang-matang, eh matang-matang. Ijenan..”.

Faktor Penyebab Terjadinya Latah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat dua faktor yang berbeda. Artinya, dari tiga informan dalam penelitian ini, ditemukan dua informan dengan satu faktor penyebab yang sama dan satu informan lain dengan faktor penyebab yang berbeda. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan, dan faktor mimpi. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua faktor penyebab terjadinya latah tersebut:

Faktor Lingkungan

Berdasarkan wawancara dengan SD1, SD1 yang memiliki tingkat intensitas latah paling sering jika dibandingkan dengan informan lainnya. Dikatakan demikian karena hampir setiap kali ingin berbicara sesuatu, ia selalu latah dengan mengulangi ujaran yang diujarkannya.

Faktor dari penyebab latah SD1 adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan dalam hal ini adalah dalam ranah keluarga. Ia mengatakan bahwa dari keluarganya yang latah adalah ibunya. SD1 mengalami latah sejak kecil hingga sekarang berumur 42 tahun. Jika dihubungkan dengan pemerolehan bahasa, anak kecil yang sedang dalam masa pemerolehan bahasa tentu akan menyerap berbagai pengalaman kebahasaan yang terjadi di sekitarnya. Terutama dari orang tua. Apablia asupan bahasa yang ia dengar setiap hari adalah bentuk pengulangan kata (seperti yang dilakukan ibunya) maka anak tersebut akan melakukan hal yang sama dalam berbahasa.

Gangguan psikogenik latah yang dialami oleh SD1 sempat membaik saat ia sudah berkeluarga dan tinggal dengan rumah terpisah dari ibunya, namun karena faktor tertentu kemudian kembali tinggal satu rumah dengan ibunya yang masih saja latah. Hal tersebut menyebabkan intensitas kelatahan dari SD1 justru semakin sering atau meningkat. SD1 pun sebenarnya merasa terganggu dengan adanya gangguan yang dialami sekarang. Dengan adanya gangguan tersebut SD1 sulit melakukan aktivitas dan komunikasi dengan orang lain secara normal. Selain mengeluarkan tenaga, perasaan emosi dan sakit hati terkadang juga muncul pada SD1 karena banyak orang menggoda dan menjahili SD1 yang menganggap latah adalah sebuah lelucon.

Peneliti memperoleh informasi tetang SD1 melalui PB selaku tetangga dan teman lama SD1. PB menyebutkan bahwa SD1 sempat mengalami pengurangan latah saat hendak menikah. Setelah menikah latah tersebut muncul kembali, bahkan lebih parah dari sebelumnya setelah kembali tinggal bersama ibunya.

Informan dengan faktor lingkungan kedua adalah SD2, yang tidak merasa terganggu dengan adanya gangguan latah tersebut. SD2 juga sering dijahili oleh remaja-remaja di lingkungan rumahnya.

Dapat dipastikan bahwa faktor yang menyebabkan timbul terjadinya SD2 latah adalah faktor lingkungan. Sebab SD2 mengalami latah sejak umur 40 tahun. Pada saat itu SD2 tidak terlalu menyadari penyakit latah tersebut, hingga lama kelamaan latahnya menjadi kuat karena banyak remaja-remaja dilingkungan rumahnya yang menggoda dan menjadikannya sebagai bahan lelucon. SD2 tidak merasa bahwa dirinya mengidap latah, SD2 menyebutnya “salah ngomong” atau salah berbicara. SD2 juga merasa tidak terganggu dengan adanya latah tersebut, karena SD2 hanya latah jika ada suara keras yang didengarnya dan jika ada yang mengagetkannya saja.

Faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan latah pada SD2 yaitu adanya faktor sugesti yang berarti pengaruh yang dapat menggerakkan hati orang. SD2 mengalami latah hanya sebuah bentuk yang muncul secara spontan dan bukan sebuah bentuk perilaku meniru. Peneliti juga memperoleh informasi tentang SD2 tersebut melalui PB selaku tetangga dan teman SD2. PB menyebutkan bahwa awal mula SD2 mengalami latah SD2 adalah seorang yang pendiam, hingga akhirnya sering dikagetkan oleh teman-temannya, SD2 pun mengalami latah sampai saat ini.

Faktor Mimpi

Berdasarkan wawancara dengan SD3, faktor yang timbul terjadinya latah yaitu faktor mimpi. Faktor mimpi tersebut merupakan faktor yang ditimbulkan karena seseorang telah memimpikan sesuatu yang berkaitan dengan masalah seksual. SD3 juga menyebutkan bahwa awal mula ia mengalami latah yaitu karena memimpikan alat kelamin pria. Pada saat itu SD3 memimpikan alat kelamin dengan jumlah yang cukup banyak. Alat kelamin tersebut diletakkan pada wadah yang sangat besar. Ketika ia terbangun dari mimpinya, SD3 terus teringat dengan apa yang diimpikannya dan mulai mengalami gangguan berbahasa tersebut dengan mengujarkan dan mengulangi nama dari alat kelamin laki-laki yang dilihatnya dalam mimpi.

SD3 mengalami latah sejak melahirkan anak keduanya, dan berumur kurang lebih 35 tahun, hingga sampai saat ini SD3 mengalami latah sudah 7 tahun. Latah yang diidap SD3 membuatnya merasa sangat terganggu, karena SD3 susah mengontrol perkataan yang muncul dari mulutnya, dengan pekerjaannya sebagai penjual mie ayam, SD3 kadang merasa “kurang ajar” dan tidak sopan kepada pembelinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dari ketiga informan ditemukan dua faktor yang berbeda. SD1 mengalami latah karena faktor lingkungan, yaitu dari ibu kandung SD1 sendiri. Kemudian, SD2 yang mengalami latah karena faktor lingkungan. Sedangkan SD3, mengalami latah karena faktor mimpi.

Pembahasan

Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa terdapat bentuk tuturan dan letak pengulangan yang berbeda. bentuk tuturan yang diujarkan kemudian mengalami pengulangan setelah diujarkan atau didengarkan adalah dalam bentuk kata, frasa dan kalimat. Pengulangan dalam bentuk kalimat, adalah pengulangan kalimat secara utuh. Sedangkan pengulangan kata atau frasa hanya mengulangi satu atau dua kata saja dari satu kalimat yang diujarkan sebelumnya. pengulangan kata dan frasa juga bisa karena terpancing oleh yang diucapkan orang lain. Bukan dari tuturan yang diujarkan oleh informan itu sendiri. Dapat diketahui dari kata, frasa dan kalimat yang mengalami pengulangan masing-masing memiliki fungsi yang beragam. Pengulangan dapat terjadi pada Kata Benda (KB), Kata Kerja (KK), dan Kata Sifat (KS). Fungsi tersebut dapat berubah dapat pula tidak berubah pada saat setelah mengalami pengulangan.

Kata yang ditemukan dalam jenis reaksi Coprolalia hanya berkategori KB. Berikut ini diuraikan analisis dalam bentuk kata

1) Manuk’e eh manuk’e

manuk = KB

KB KB

2) eh gak kontol a, gak kontol

kontol = KB

KB KB

3) nonok e, eh nonok e

nonok = KB

KB KB

4) kontol e, eh anu ne, eh sapine

kontol = KB

anu = KB

sapi = KB

KB + KB + KB KB

Selanjutnya, kata yang ditemukan dalam jenis reaksi Ekolalia adalah KB, KK dan KS. Berikut ini diuraikan analisis dalam bentuk kata.

1) sayang, eh sayang

Sayang = KK

KK KK

2) untu, eh untu

untu = KB

KB KB

3) matang-matang, eh matang-matang

matang-matang = KK

KK KK

4) onok anak e, eh anak e

onok anak e = KB

anak e = KB

KB + KB KB

Frasa

Frasa yang ditemukan dalam penelitian ini hanya berjenis reaksi Ekolalia. Jenis tersebut berkategori KK dan KK. Berikut ini diuraikan analisis dalam bentuk frasa.

1) Mboten disebut, eh mboten disebut

Mboten = KS

Disebut = KK

KS + KK KS + KK

2) Mboten setul, eh mboten setul

Mboten = KS

Setul = KS

KS + KS KS + KS

Kalimat

Kalimat yang ditemukan dalam jenis reaksi Coprolalia berkategori KB dan KK. Berikut ini diuraikan analisis dalam bentuk kata.

1) sikil’e manuk’e coplok

sikil’e = KB

manuk e = KB

coplok =KK

KB + KB + KK KB + KK

2) kontol.. kontol e lik, kontol di incak, eh, lik angkaten

kontol = KB

kontol e = KB

kontol di incak = KK

KB + KB KK

3) joko ta mas? Eh joko mas

Joko = KS

Mas = KB

KS + KB KS + KB

4) mimpi dodol kontol sak tempeh, eh sak tempeh

mimpi = KK

dodol = KK

kontol = KB

sak tempeh = KB

KK + KK + KB +KB KB

Selain bentuk tuturan pada penderita gangguan latah, dari bentuk tuturan tersebut dapat diketahui pola pengulangannya. Bahwa, pengulangan yang terjadi pada kata dan frasa dapat terjadi pada kata dan frasa yang berada pada awal kalimat, tengah kalimat dan akhir kalimat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pengulangan yang paling banyak terjadi adalah pengulangan yang berada pada awal kalimat. Pengulangan pada kata atau frasa yang ada pada awal kalimat terjadi sebanyak enam kali. Sedangkan pengulangan kata atau frasa yang ada pada tengah kalimat terdapat dua saja dan lima untuk pengulangan kata yang berada di akhir kalimat.

Menurut Gerungan (2004: 62) faktor penyebab terjadinya latah terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor lingkungan dan faktor mimpi. Faktor lingkungan itu sendiri terbagi lagi atas empat faktor, yakni faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Pada penelitian ini informan yang mengidap latah yang disebabkan karena faktor lingkungan adalah SD2. Jika dikaitkan dengan teori yang disampaikan oleh Gerungan (2004: 62) faktor penyebab latah yang dialami oleh SD2 adalah adanya dorongan dari diri sendiri yang membuat SD2 secara tidak sadar ingin menirukan cara bertingkah laku dan perkataan orang lain, baik itu dalam hal positif maupun negative. Maksud dari ‘menirukan’ dalam hal ini adalah tertular secara tidak sadar. Faktor seperti yang diderita oleh SD2 tersebut disebut dengan faktor penyebab latah simpati. Faktor tersebut terjadi pada SD2 diakibatkan oleh adanya orang-orang lain di lingkungan sekitar SD2 yang juga mengidap latah. Hal tersebut terjadi karena menurut Winzeler (Dalam Pamungkas, 2017: 10) latah bukanlah pembawaan sejak lahir, melainkan bersifat temporal, bergantung pada sikap dan karakter masing-masing individu, lingkungan yang melingkupi, dan tren perilaku ini sebagai salah satu upaya untuk ‘mendapat perhatian’ sehingga perilaku ini pun dikatakan dapat ‘menular’ pada rekan yang lain. Proses mimikri atau peniruan terhadap perilaku latah ini tidak lain adalah karena perilaku ini muncul secara spontan, terus terjadi secara berulang, baik dalam bentuk reaksi verbal maupun nonverbal.

Faktor terjadinya latah selanjutnya adalah faktor mimpi. Faktor mimpi dalam penelitian kali ini dialami oleh SD3. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, SD3 menyatakan bahwa ia bermimpi bermimpi melihat alat kelamin pria dalam jumlah yang cukup banyak dalam sebuah wadah. Kemudian setelah bangun dari tidurnya, maka latah dengan reaksi menyebutkan nama alat kelamin pria tersebut mulai muncul. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pamungkas (2017) bahwa apabila terjadi peristiwa bermimpi alat kelamin, maka bentuk lingual yang muncul adalah merujuk pada alat kelamin. Stimulus jenis apapun yang terjadi adalah reaksi atau respon yang merujuk pada alat kelamin.

Proses munculnya mimpi dan bentuk lingual alat kelamin tersebut bukanlah proses yang sederhana. Pamungkas, dalam penelitiannya (2017: 3-4) mengatakan bahwa peristiwa psikologis melatarbelakangi munculnya bentuk lingual menjadi energy lebih yang mendorong terbentuknya pola perilaku latah. Hal tersebut membenarkan teori Freud dan Jung yang menyebutkan bahwa peristiwa psikologis yang menahun dan ditahan karena tidak dapat terealisasi dalam kenyataan maka hal tersebut tidak akan pernah hilang. Peristiwa yang diinginkan tersebut tetap akan bertahan dalam diri manusia (otak) yang terus menunggu pemenuhan. Pemenuhan yang tidak kunjung datang akhirnya hal tersebut dipindahkan penyimpanannya dalam otak taksadar manusia. Proses penahanan dalam otak taksadar manusia pun masih berharap mencapai pemenuhan, namun bila tidak, hal tersebut akan diubah bentuknya dalam mimpi. Penggambaran mimpi seperti disebutkan di atas dan kemudian muncul reaksi perilaku latah dengan sederet bentuk lingual yang muncul, yang merujuk pada alat kelamin, disebutkan oleh Jung (dalam Pamungkas, 2017: 4) hal itulah sebenarnya penyebabnya. Artinya, bentuk lingual yang secara spontan muncul tersebut merupakan gambarang dari keinginan yang tidak dapat terealisasikan dalam kenyataan.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Gangguan Berbahasa Jenis Psikogenik Latah: Studi Kasus Pada Penduduk di Desa Tropodo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1. Bentuk tuturan latah dalam penelitian ini ditemukan dalam dua jenis reaksi latah yaitu Coprolalia dan Ekolalia.

a) Coprolalia ditemukan hanya dalam bentuk kata dan kalimat. Sedangkan Ekolalia ditemukan dalam bentuk kata, frasa dan kalimat. Coprolalia dalam bentuk kata hanya berkategori KB, sedangkan kalimat berkategori KB, KK dan KS.

b) Ekolalia dalam penelitian ini temukan dalam bentuk kata, frasa dan kalimat. Bentuk kata dalam jenis reaksi ekolalia berkategori KK dan KB, frasa berkategori KS dan KK, sedangkan kalimat berkategori kalimat deklaratif.

2. Faktor penyebab latah yang ditemukan dari penelitian ini yaitu faktor lingkungan dan faktor mimpi

a) Faktor lingkungan yang dialami oleh SD1 dan SD2. SD1 mengalami latah karena tertular oleh ibunya mulai saat masih kecil hingga dewasa. Sedangkan SD2 mengalami latah diakibatkan oleh adanya orang-orang lain di lingkungan sekitar SD2 yang juga mengidap latah atau yang disebut tertular secara tidak sengaja

b) Faktor mimpi yaitu awal mula ia menjadi latah karena bermimpi melihat alat kelamin jantan manusia yang sangat besar dan dipaksa masuk ke kemaluannya, mereka terkejut dan ketika terbangun mereka menjadi latah. Pada faktor penyebab latah ini dialami oleh informan ketiga, bermula memimpikan alat kelamin pria yang sangat besar dalam wadah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas, terdapat beberapa saran yang harus diperhatikan untuk penelitian sejenis selanjutnya, yaitu

1. Penelitian ini hanya berbatas pada kajian latah secara psikolinguistik saja. bagi penelitian selanjutnya yang serupa dapat pula digabungkan dengan kajian lain seperti sosiopsikolinguistik dan lain sebagainya.

2. Penelitian ini mendeskripsikan mengenai latah secara general dengan berbagai jenis reaksi latah yang ada. Namun, penelitian ini juga dapat dilakukan dengan fokus pada satu jenis reaksi latah dan dianalsis secara lebih mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, A. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta

Dardjowidjojo, S. 2005. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Geetz, H. 1968. Latah in Java: A Theoritical Paradox. New York: Ithaca

Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Masnur, Muslich. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Maleong, L. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Murphy, H.B.M, MD. 1976. Notes For a Theory of Latah: Culture Bound Syndremes Ethnopsychiatry & Alternative Therapy. Honolulu: University Press.

Pamungkas, Sri. 1998. “Bahasa Latah (Suatu Tinjauan Psikolinguistik pada Beberapa Masyarakat Latah di Jember)”. Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember: Fakultas Sastra Universitas Jember.

Pamungkas, Sri. 2017. “Menafsirkan Perilaku Latah Coprolalia pada Perempuan Latah dalam Lingkup Budaya Mataram: Sebuah Kajian Sosiopsikolinguistik. Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Ramlan, M. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono

Rorschach. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Simond, R.C. 2001. Introduction to Culture-Bound Syndromes. http://www.geocities.com/multicultural.htm

Soetjiningsih. 2014. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV Sagung Seto

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University

Hurlock, Elizabeth B. Alih Bahasa Isti Widiyanti dan Sujarwo. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Verhaar, J.W.M. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Winzeler, R.L. 1984. The Study Of Malayan Latah. Indonesia No-37/April. New York: Ithaca

Winzeler, R.L. 1995. Latah in Southeast Asia: The Sistory and Etnography of Culture-Bound Syndrome, New York: Cambridge University Press

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Anak dan Remaja. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Zulkifli L. 2003. Psikologi Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya









Published
2019-02-08
Abstract Views: 278
PDF Downloads: 2676