Realitas Sosial dalam Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany: Kajian Sosiologi Sastra

  • DANA SAVANA PUTRI

Abstract

Salah satu novel yang membahas mengenai realitas sosial di Indonesia adalah novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Novel tersebut menceritakan tentang kehidupan masyarakat Papua khususnya yang bertempat tinggal di bawah pegunungan Megafu yakni suku Aitubu dan suku Hobone. Oleh sebab itu, peneliti mengambil judul “Realitas Sosial dalam Novel Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany: Kajian Sosiologi sastra” dalam penelitian ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yakni (1) Bagaimana realitas sosial objektif dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany (2) Bagaimana realitas sosial subjektif dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif karena mendeskripsikan realitas dalam novel. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Data penelitian berupa kalimat dan paragraf yang merupakan realitas sosial objektif dan subjektif dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa realitas sosial objektif dan realitas sosial subjektif yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany terdapat empat aspek yang meliputi kebudayaan, ekonomi, pendidikan, dan penindasan.

Realitas sosial objektif (1) kebudayaan mencakup 10 bentuk, yaitu budaya upacara syukuran, budaya orang Papua berburu babi, pakaian yang digunakan para perempuan masyarakat Papua, pakai yang digunakan para laki-laki masyarakat Papua, tradisi upacara memasuki kedewasaan untuk laki-laki, percaya pada dukun, upacara perdamaian, binatang babi, perbedaan pakaian antara masyarakat pegunungan Megafu dengan masyarakat Yebikon, dan mengenai larangan pada saat berburu. (2) ekonomi mencakup 10 bentuk, yaitu wabah kelaparan, keterbatasan makanan, tempat tinggal masyarakat di bawah pegunungan Megafu, menangkap ikan, kurangnya fasilitas untuk bersalin bagi masyarakat pegunungan Megafu, melahirkan pada saat berkebun, sagu, betatas, obat-obatan, dan orang pedalaman tidak mengenal sabun. (3) pendidikan mencakup 3 bentuk, yaitu rendahnya pendidikan, masyarakat di bawah pegunungan Megafu tidak mengenal sekolah, dan rendahnya fasilitas sekolah di Aitubu. (4) penindasan mencakup 2 bentuk, yaitu orang-orang yang mencari gaharu membawa pelacur dan sepasang suami istri dari tanah Jawa yeng mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Realitas sosial subjektif (1) kebudayaan mencakup 6 bentuk, yaitu Irewa mengikuti upacara adat, larangan makan pandan merah, larangan setelah mengikuti upacara atau ritual, Meage mengikuti upacara muruwal, ritul sebelum mengikuti upacara, dan seorang perempuan terkena panah. (2) ekonomi mencakup 6 bentuk, yaitu Meage mencari makanan, perjuangan Irewa untuk mendapatkan ikan, Irewa mengambil kayu untuk dijadikan bahan bakar, pisau bambu, kekurangan makanan, dan Meage mengalami kelaparan. (3) pendidikan mencakup 4 bentuk, yaitu Meage mengikuti sekolah satu tahun di Aitubu, Irewa merupakan satu-satunya siswa perempuan, Meage mengajarkan tari-tarian dan nyanyi-nyanyian kepada anak-anak, dan Bapa Rumanus mendorong para orang tua untuk mengajarkan tentang kebudayaan mereka masing-masing kepada para pemuda. (4) penindasan mencakup 5 bentuk, yaitu Irewa mendapat pukulan dari Malom, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Irewa dijadikan budak oleh Malom, dan Irewa mencoba mengelak Malom. Berdasarkan hal tersebut dapat menunjukkan bahwa pemikiran seseorang dapat menjadi sebuah cerminan dari masyarakat.

Published
2019-04-15
Abstract Views: 383
PDF Downloads: 778