PROBLEMATIK PROSEDUR PERGANTIAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI (Studi Kasus Pengangkatan Patrialis Akbar sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2018)

  • CONAN BUDIWIJAYA

Abstract

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga kehakiman tertinggi dan merdeka di Indonesia, sehingga keberadaannya sangatlah krusial untuk penegakan konstitusi di Indonesia. Mahkamah Konstitusi terdiri dari anggota yang berjumlah 9 orang hakim konstitusi. Pemilihan calon hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan 3 (tiga) orang oleh Presiden yang nanti ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Akan tetapi, mekanisme pemilihan hakim Konstitusi diserahkan pada masing-masing lembaga tersebut. Hal inilah yang membuat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan keabsahan Patrialis akbar yang diangkat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi oleh Presiden yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan proses pemilihan yang cenderung tanpa transparansi dan tidak membuka partisipasi publik untuk ikut ambil bagian dalam prosesnya. Sehingga, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menggugat Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Hingga, akhirnya hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan untuk mengabulkan gugatan para Penggugat. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis menarik dua rumusan masalah untuk diteliti lebih jauh. Pertama, mengenai apakah kedudukan hukum para Penggugat untuk mengajukan gugatan terhadap Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013. Kedua, mengenai apakah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta register perkara Nomor 139/G/2013/PTUN-JKT adalah suatu putusan yang bersifat ultra petita. Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis yuridis normatif (doktrinal), yaitu penelitian hukum yang dilakukan berdasarkan norma dan kaidah dari peraturan perundang-undangan yang ada. Dalam penelitian ini peraturan perundang-undangan digunakan sebagai sumber utama yang sesuai berhubungan dengan permasalahan yang diangkat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (dua) jenis pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dibahas. Serta, pendekatan kasus (case approach) karena skripsi ini meneliti dengan membahas kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk menggugat Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013, karena para Penggugat tidak dapat menunjukkan  kerugian langsung yang mereka alami dari diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 87/P tahun 2013 tesebut. Selain itu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta register perkara Nomor 139/G/2013/PTUN-JKT bukanlah suatu putusan yang bersifat ultra petita. Karena, hakim memeriksa dan memutuskan perkara tersebur tidak melebihi dari apa yang dimintakan oleh para Penggugat. Hakim masih bepergang pada pasal-pasal yang diajukan oleh para Penggugat.

Kata kunci            : Prosedur Pergantian, Hakim Konstitusi, Pengangkatan Patrialis Akbar.

Abstract

The Constitutional Court is the highest judicial institution and independent in Indonesia, that its presence is crucial for the enforcement of the constitution in Indonesia. The Constitutional Court is composed of members totaling 9 constitution judges. The selection of candidates proposed constitutional judges each three (3) people by the Supreme Court, 3 (three) people by the House of Representatives (DPR), and 3 (three) people by the President which is will be determined by Presidential Decree. The mechanism of constitutional judges selection will be submitted to each institution.  This makes Indonesian Legal Aid Foundation (YLBHI) and Indonesia Corruption Watch (ICW)  questioned the validity of Patrialis Akbar who was appointed as a constitutional judge by the President which determined by Presidential Decree Number 87 / P Year 2013. Indonesian Legal Aid Foundation (YLBHI) and Indonesia Corruption Watch (ICW) questioned the election process which tends without transparency and public participation to take part in the process.  Thus, the Indonesian Legal Aid Foundation (YLBHI) and Indonesia Corruption Watch (ICW) sued the Presidential Decree Number 87 / P Year 2013 in the State Administrative Court in Jakarta. Finally, the judge of the State Administrative Court in Jakarta decided to accept the lawsuit of the Plaintiff. Based on the background, the authors draw two formulation of the problem to be studied further. First, regarding the legal position from plaintiff to file a lawsuit against Presidential Decree Number 87 / P Year 2013. Second, regarding whether the decision of the State Administrative Court in Jakarta registers case Number 139 / G / 2013 / PTUN-JKT is an ultra-petita decision. This research is normative (doctrinal), which is  legal research conducted by use the norms and rules of the legislation that exists. In this research the legislation is used as the main source which suitable related to the issues. The approach used in this study were (two) types of approaches, which are statute approach conducted by examining all the laws and regulations relating to the legal issues discussed. As well,case approach because this thesis examined by discussing the

Published
2015-01-15
Section
ART 1
Abstract Views: 268
PDF Downloads: 189