Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Etnis Rohingya di Myanmar Ditinjau Dari Hukum Internasional

  • David Christian Lumban G

Abstract

Etnis Rohingya merupakan etnis minoritas di Myanmar, etnis ini mengalami diskriminasi dan kekerasan oleh aparat kepolisian, militer pemerintahan Myanmar dan dari warga etnis lainnya. Keterangan tersebut diperkuat dengan laporan Pelapor Khusus PBB (U.N. Special Rapporteur), yang pada intinya menjelaskan telah terjadi pelanggaran HAM secara meluas dan sistematis terhadap etnis Rohingya. Tindakan tersebut telah melanggar sejumlah instrumen dasar hukum internasional, yaitu UDHR 1948, ICCPR 1966, ICESCR 1966, CERD 1965. Penyelesaian secara hukum terkendala penggunaan hak veto oleh China dan Rusia yang menggagalkan pembentukan komite penyelidikan untuk menyidik pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis dan merumuskan penyelesaian sengketa pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar serta sanksi hukum internasional kepada Myanmar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis dan pendekatan konseptual. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non-hukum kemudian mengolahnya dengan membuat suatu penilaian hukum terhadap kasus yang konkret. Bahan hukum yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode preskriptif. Hasil penelitian dan pembahasan bahwa cara penyelesaian sengketa pertama yang mungkin ialah melalui konsiliasi dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dikarenakan terdapat penggabungan fungsi inquiry dengan mediasi dengan tujuan terciptanya rekonsiliasi bangsa yang telah terpecah di Myanmar. Bentuk penyelesaian sengketa kedua ialah melalui PBB, khususnya hal ini dikarenakan telah memenuhi unsur masalah ancaman atau pelanggaran keamanan dan perdamaian dunia, namun terjadi veto dalam DK PBB, oleh karena itu terdapat fungsi ekstra Majelis Umum perihal veto yang berdasarkan Resolusi 377 A (V) “Uniting for Peace Resolution” tahun 1950 dengan menyelenggarakan sidang darurat khusus untuk  membentuk komisi-komisi penyelidikan dan pasukan PBB terhadap pelanggaran HAM di Myanmar. Sanksi yang dapat diterapkan ialah sanksi ekonomi dikarenakan sebagai alat penegakan hukum yang paling efektif dalam proses edukasi dan peningkatan standar hak asasi manusia di Myanmar. Proses ini dimaksudkan agar negara Myanmar bersikap kooperatif dan terbuka dan melakukan langkah penguatan dengan melakukan tindakan ratifikasi instrumen hukum hak asasi manusia internasional. Proses kedepannya diharapkan agar adanya penghapusan hak veto untuk kemudahan dalam mewujudkan peningkatan perdaban manusia berhubungan dengan keamanan dan perdamaian dunia.

Kata Kunci: Pelanggaran HAM, Etnis Rohingya, Penyelesaian Sengketa, Sanksi Hukum Internasional

 

Abstract

The Rohingya is a minority group living in Myanmar. This ethnic group has experienced discrimination and harassment by the Myanmar army, police and other ethnics in Myanmar. The report is based on information received by United Nations Special Rapporteur High Commisioner concluded that there are violations of human rights in systemic and widespread against Rohingya ethnic. The reports identify some violations of international law instruments, particulary human rights norms, such as UDHR 1948, ICCPR 1966, ICESCR 1966, CERD 1965. The effort to get legal responsibility is abolished by the veto right from China and Rusia to gain United Nations Independent International Commission of Inquiry to investigate human rights violations and abuses against Rohingya. The purposes of this research are to analyze and formulate settlement of dispute to the human rights violations against Rohingya, and the sanctions of international law for Myanmar government. This study uses normative legal research method that uses statute, historical and conseptual approaches. The types of legal materials used are secondary data consisting of primary, secondary, and non-legal materials. The data are, then, processed by making a legal assessment on a concrete case. The writer uses prescriptive method to analyze the case.The results of this research show that there are two common modes of dispute resolution, most likely first dispute resolution are through conciliation with the establishment Truth and Reconciliation Commissions because there is a combination of inquiry and mediation functions with the aim of creation of national reconciliation that has been split. The second form of settlement is through United Nations, particulary because the Security Council has failed to exercise its primary responsibility to maintain international peace and security, in such instances, according to the Uniting for Peace Resolution 377 A (V) 1950, the General Assembly may consider the matter immediately such as emergency special session to make special independent commission and United Nations Forces to investigate human rights violations in Myanmar. Sanctions that may be applied is economy sanctions because it is an effective enforcement tool for international law and contributes to the establishment of internationally accepted standards of legitimate conduct. This process is intented to make Myanmar state being cooperative and to ratify the instruments of international human rights law. In the future, it requires the dismissal of veto rights with the purpose to improve human civilization.

Keywords: Human Rights Violations, Rohingya Ethnic, Dispute Resolution, Sanction of Internasional Law

Published
2017-07-15
Section
ART 1
Abstract Views: 3668
PDF Downloads: 651 PDF Downloads: 0