DISHARMONI PENGATURAN IZIN GANGGUAN PASCA BERLAKUNYA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017

  • Dini Meisa Wardhani

Abstract

Aturan mengenai izin gangguan merupakan sarana pengendalian, perlindungan, penyederhanaan dan penjaminan kepastian hukum. Adanya izin gangguan sebagai syarat membuka tempat usaha merupakan sebuah perlindungan hukum bagi masyarakat atas berdirinya tempat usaha yang kemungkinan menimbulkan bahaya, kerugian maupun gangguan kesehatan, keselamatan, ketentraman, dan/atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum. Ketentuan ini dihapus oleh Permendagri No.19/2017 menyebabkan terjadinya disharmoni pengaturan izin gangguan. Tujuan penelitian, menganalisis bentuk disharmoni Permendagri No. 19/2017 serta upaya mengatasi terjadinya disharmoni terhadap pengaturan izin gangguan pasca berlakunya Permendagri No.19/2017. Merupakan penelitian yuridis normatif yang lebih dikhususkan terhadap penelitian taraf sinkronisasi menggunakan pendekatan perundang-undangan, konsep dan historis. Bahan hukum primer: peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder, buku-buku dan jurnal hukum yang berkaitan dengan disharmoni pengaturan izin gangguan. Teknik analisis secara preskriptif, merumuskan dan mengajukan pedoman-pedoman dan kaidah-kaidah yang harus dipatuhi praktik hukum dan dogmatik hukum. Hasil penelitian menunjukan, penghapusan ketentuan mengenai izin gangguan oleh Permendagri No.19/2017 bertentangan dengan aturan yang berada diatasnya yaitu Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonanntie), Undang-Undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Undang-Undang No.30/2014 tentang Administrasi Pemerintah sebagai payung hukum dari perizinan. Bentuk disharmoni terhadap pengaturan izin pasca berlakunya Permendagri No.19/2017 adalah inkonsistensi vertikal dari segi format peraturan yang memiliki arti peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah kembali mengacu pada asas hukum yaitu asas lex superiori derogate lege inferiori, dimana peraturan perundang-undangan yang hierarkinya lebih tinggi akan mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Selain itu, upaya lainnya uji materi oleh MA.

Published
2018-04-15
Section
ART 1
Abstract Views: 182
PDF Downloads: 457