ANALISIS YURIDIS PEMBERHENTIAN SEMENTARA KEPALA DAERAH SEBAGAI TERDAKWA TINDAK PIDANA (STUDI KASUS GUBERNUR DKI JAKARTA BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

  • Zen Aqil Al Halimi

Abstract

Silang pendapat oleh para ahli hukum Indonesia terhadap pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama erkait frasa "paling singkat 5 tahun" dengan frasa "selama-lamanya 5 tahun" yang artinya masih terdapat kelemahan pada Pasal 83 ayat (1) UU Perda serta belum adanya tindakan tegas oleh Presiden Republik Indonesia yang berkewenangan penuh terhadap pemberhentian sementara kepala daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara yuridis pemberhentian sementara kepala daerah sebagai terdakwa tindak pidana oleh presiden yang menuai problematika. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis preskriptif. Berdasarkan penafsiran secara gramatikal dan sistematis bahwa Ahok harus diberhentikan sementara karena dakwaan terhadap dirinya menyangkut perbuatan yang dapat memecah NKRI. Pasal tersebut juga menyebutkan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD. Namun, pada pelaksanaannya presiden tidak memberhentikan sementara kepala daerah DKI Jakarta yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa dengan nomor perkara 1537/PidB/2016/PNJktutr atas dugaan penodaan agama. Adapun mekanisme pemberhentian sementara terhadap kepala daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa dilakukan oleh presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur, serta menteri dalam negeri untuk bupati dan/atau wakil bupati serta wali kota dan/atau wakil wali kota. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran kepada presiden untuk melakukan pemberhentian sementara terhadap kepala daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa jika perkaranya sudah terdaftar di pengadilan, serta kepada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dapat memberikan penjelasan terhadap ketentuan Pasal 83 ayat (1) UU Perda agar tidak terjadi multitafsir.

Published
2018-04-15
Section
ART 1
Abstract Views: 112
PDF Downloads: 341