EX OFFICIO HAKIM DALAM PUTUSAN CERAI GUGAT TERHADAP PEMBEBANAN NAFKAH IDDAH DAN MUT’AH (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 116/PDT.G/2021/PA.PLH)
DOI:
https://doi.org/10.2674/novum.v0i0.61093Abstract
Pada kasus cerai gugat, tidak ada aturan yang secara tegas mewajibkan suami untuk menanggung nafkah
dan biaya hidup bekas istri. Namun, pemberian nafkah seperti iddah dan mut’ah merupakan bagian dari
perlindungan dan keadilan bagi perempuan pasca perceraian. Hal ini tercermin dalam Putusan Nomor
116/Pdt.G/2021/PA.Plh, di mana hakim memerintahkan mantan suami untuk memenuhi nafkah iddah dan
mut’ah kepada mantan istri, meskipun hal tersebut tidak dituntut. Penelitian ini menggunakan metode
hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus, serta analisis
preskriptif. Berdasarkan Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
pengadilan dapat menetapkan kewajiban suami untuk menafkahi bekas istri. Akibat dari putusnya
perkawinan mencakup kewajiban memelihara dan mendidik anak, tanggung jawab biaya pemeliharaan
dan pendidikan anak, serta biaya penghidupan bagi bekas istri. Dalam putusan tersebut hakim
menetapkan bahwa tergugat harus membayar nafkah iddah dan mut’ah masing-masing sebesar
Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) kepada tergugat sebelum mengambil akta cerai.
Downloads
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Reni Andika Saputri, Dita Perwitasari

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

