PENEGAKAN HUKUM PASAL 504 KUHP TENTANG PELANGGARAN KETERTIBAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PENGEMIS(STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA)

  • UMI YASROH

Abstract

Abstrak 

Kemiskinan sering dialami oleh penduduk di Negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan dialami di kota-kota besar tidak terkecuali Surabaya. Kemiskinan dan rasa malas adalah salah satu faktor adanya pengemis. Pengemis di Kecamata Wonokromo Surabaya berjumlah 60 orang. Pengemis ini juga dapat melakukan tindak pidana seperti pencurian dan penjambretan jika ada kesempatan. Adanya kerugian semacam ini  harusnya pihak kepolisian menindak pengemis tersebut. Namun pada kenyataannya pihak kepolisian tidak menindak pengemis tersebut, padahal sudah jelas bahwa pada Pasal 504 KUHP tindakan pengemisan merupakan pelanggaran ketertiban umum. Hal ini menarik untuk dikaji, agar dapat  mengetahui bagaimana penegakan hukum Pasal 504 KUHP yang dilakukan oleh polisi, upaya apa yang dilakukan, serta hambatan dalam melakukan penegakan Pasal 504 KUHP. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa untuk menambah wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Selain itu juga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penegak hukum dalam menegakan Pasal 504 KUHP.

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, yakni menggambarkan penegakan hukum Pasal 504 KUHP yang dilakukan polisi, upaya untuk mengatasinya dan kendala yang dihadapi. Lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Wonokromo. Informan dalam penelitian ini adalah polisi di POLSEK Wonokromo dan pengemis yang ada di Kecamatan Wonokromo. Informan ini akan diambil secara snowball. Data yang terkumpul dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif yakni menjabarkan data yang tersedia kemudian melakukan uraian dan penafsiran dengan kalimat-kalimat sehingga diperoleh bahasan atau paparan yang sistematis dan dapat dimengerti.

Hasil penelitian ini adalah penegakan hukum dalam tindak pidana pengemisan belum berjalan. Polisi tidak melakukan proses pemeriksaan untuk perkara pengemisan. Sehingga pengemis tersebut tidak mendapatkan sanksi apapun. Pengemis hanya dirazia lalu ditampung di penampungan untuk diberi pembinaan dan ketrampilan. Upaya preventif berjalan dengan baik berkat kerja sama kepolisian dengan pihak LIPONSOS (Lingkungan Pondok Sosial), sedangkan upaya represif (penegakan hukum) tidak berjalan dengan maksimal karena hanya razia saja yang dilakukan. Hambatan yang didapatkan pihak polisi adalah tidak jeranya pengemis serta rasa malas yang mereka miliki untuk bekerja. Pengemis tersebut cenderung untuk tetap mengemis saat dia sudah dilepas dari penampungan. Tidak ada upaya yang dilakukan pihak kepolisian untuk menanggulangi hambatan ini.

   

Seharusnya pengemis menerima sanksi  berupa denda agar mereka merasa jera, serta pengemis juga harus mendapatkan penyuluhan dan pembinaan agar mereka tahu bahwa perbuatan mengemis adalah perbuatan melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi untuk yang melanggar serta dibina agar mereka tidak merasa malas untuk bekerja setelah keluar dari LIPONSOS. Selain itu pihak LIPONSOS juga harus bekerja sama dengan pihak UKM (Usaha Kecil Menengah) agar saat pengemis itu keluar dari LIPONSOS mereka dapat disalurkan dan bekerja disana.

 

Kata Kunci : Penegakan Hukum, Tindak Pidana Pengemisan.

Published
2014-07-15
Section
ART 1
Abstract Views: 1712
PDF Downloads: 126