PROBLEMATIK YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU ANTARA PEKERJA ASING DENGAN PERUSAHAAN DI INDONESIA YANG HANYA MENGGUNAKAN BAHASA ASING (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 595/K/PDT.SUS/2010)

  • HERU PURNOMO

Abstract

Abstrak

Terdapat kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam sebuah PKWT dan apabila tidak menggunakan Bahasa Indonesia, maka harus dianggap sebagai PKWTT hal ini sesuai Pasal 57 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pada sisi lain, terdapat pula pengaturan tentang pekerja asing yang tidak dimungkinkan menjadi pekerja tetap (PKWTT) sesuai dengan Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terdapat kasus di mana ada PKWT yang tidak berbahasa Indonesia dan pada saat yang sama pihak pekerjanya adalah pekerja asing. Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah seperti kasus pada putusan Mahkamah Agung dengan Nomor perkara 595 K/PDT.SUS/2010 yaitu antara PT.Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dengan pekerja asing Kurt Eugene Krieger. Hubungan kerja antara PT.AKT dan pekerja asing adalah menggunakan PKWT yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia. Pada saat PHK dilakukan, Kurt Eugene Krieger mendalilkan bahwa PKWT yang dibuat berubah menjadi PKWTT.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PKWT yang hanya menggunakan Bahasa asing antara PT.AKT dengan pekerja asing dapat menjadi PKWTT sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui upaya hukum secara non litigasi maupun secara litigasi yang dapat dilakukan oleh pekerja asing dengan kategori PKWT yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia setelah di-PHK oleh PT.AKT. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, adapun pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan analisis. Teknik analisa bahan hukumnya menggunakan cara preskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKWT yang dibuat dengan tidak menggunakan Bahasa Indonesia tidak bisa berubah menjadi PKWTT, hal ini sesuai dengan Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan asas perjanjian, pekerja asing melanggar asas itikad baik dengan tujuan untuk memperoleh kompensasi yang lebih banyak akibat berakhirya hubungan kerja. Dalam putusan MA tersebut, apabila PKWT pekerja asing dapat diubah menjadi PKWTT, maka bertentangan dengan tujuan untuk memperluas lapangan kerja dan mendidik serta melindungi bagi tenaga kerja WNI sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Pekerja asing dapat memperjuangkan haknya melalui upaya hukum secara non litigasi maupun secara litigasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI serta dapat dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

 

Kata Kunci: Pekerja asing, hukum ketenagakerjaan

 

Abstract

There is an obligation to use Indonesian language in a work agreement for a specified time (PKWT) and if it does not use Indonesian language, then it should be considered as work agreement for an unspecified time (PKWTT) this is in accordance with Article 57 subsection (1) and (2) Labour Law. On the other hand, there are also regulations about foreign worker which state that it is impossible for the foreign worker to be a permanent employee based on article 42 subsection (4) Labour Law. There is a case where the language in PKWT is foreign language and at the same time the worker is foreign worker. One example of such case is shown in Supreme Court’s verdict Number 595 K/PDT.SUS/2010 i.e. case between PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT) versus Kurt Eugene Krieger (foreign worker). The work agreement between PT.AKT and foreign worker uses PKWT which doesn’t use Indonesian language. At the moment of termination of employment, Kurt Eugene Krieger argues that  the PKWT  ​​must be considered as PKWTT.

The purposes of this study are to determine whether PKWT that only use foreign language ​between PT.AKT and foreign worker can be PKWTT according to laws and regulations applicable in Indonesia. The second purpose is to determine the legal effort in litigation and non-litigation area which can be done by foreign worker who is categorized as PKWT after being terminated by PT.AKT. This is a normative research, while the approach used is statute, and the analytical approaches. The analyzing technique of this legal research uses prescriptive method.

Research results showed that PKWT which does not use Indonesian language could not be cosidered as PKWTT, this is in accordance with article 42 subsection (4) of law Number 13 year 2003 concerning Labour. Based on the principle of the agreement, the foreign worker violates the principle of good faith in order to obtain more compensation due to the termination of working relationship. In the Supreme Court decision, if PKWT foreign worker can considered into PKWTT, it is contrary to the goal of expanding the employment, educating and protecting the citizen labour force as mandated by the 1945 Constitution in Article 27 subsection (2). Foreign worker can struggle for their rights through legal actions in non-litigation and litigation area which set forth in Law Number 2 year 2004 concerning PPHI, also may be possible to undertake judicial review effort, which is regulated in Law Number 3 of 2009 concerning the Supreme Court.

 

Keyword: Foreign worker, Labour law

Published
2014-04-15
Section
ART 1
Abstract Views: 105
PDF Downloads: 210