KAJIAN PEMBANGUNAN WILAYAH UNTUK PENENTUAN TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DIKABUPATEN LAMONGAN

  • MOH ADENAN QOHAR

Abstract

KAJIAN PEMBANGUNAN WILAYAH UNTUK PENENTUAN TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DI
KABUPATEN LAMONGAN
Moh. Adenan Qohar
Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi, Nandakohar@gmail.com
Drs. Lucianus Sudaryono, MS
Dosen Pembimbing Mahasiswa
Abstrak
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2011, Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Lamongan
mengalami perbedaan laju pertumbuhan yang tinggi, khususnya antara wilayah pusat pengembangan dengan
daerah belakangnya (hinterland). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi pola keruangan tingkat
perkembangan wilayah antar kecamatan di Kabupaten Lamongan. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kuantitatif, dengan jumlah populasi sebanyak 27 kecamatan. Variabel yang diperhatikan adalah (1) kepadatan
penduduk, (2) PDRB perkapita, (3) daya layan fasilitas pendidikan, (4)daya layan fasilitas kesehatan, (5) daya
layan fasilitas ekonomi, (6) tingkat pendidikan, (7) tingkat kesehatan, (8) aksesibilitas dan (9) industri. Tingkat
perkembangan wilayahdalam penelitian ini diukur dari nilai gabungan (indeks komposit) dari variabel-variabel
tersebut, dimana kecamatan yang memiliki nilai di atas rata-rata akan masuk dalam kategori tingkat
perkembangan tinggi, dan kecamatan yang memiliki nilai di bawah rata-rata akan masuk ke dalam kategori
tingkatt perkembangan rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan 44,5 % kecamatan di Kabupaten Lamongan
memiliki tingkat perkembangan rendah, yaitu pada Kecamatan Sukorame, Bluluk, Sambeng, Mantup,
Kembangbahu, Sugio, Kedungpring, Modo, Tikung, Sekaran, Laren dan Solokuro yang sebagian besar kecamatankecamatan
tersebut berada pada bagian selatan. 37 % mempunyai tingkat perkembangan wilayah sedang yaitu
Kecamatan Ngimbang, Pucuk, Sarirejo, Deket, Glagah, Karangbinagun, Turi, Karanggeneng, Maduran dan
kalitengah, yang sebagian besar kecamatan-kecamatan tersebut berada pada bagian tengah. 18,5 % mempunyai
tingkat perkembangan wilayah tinggi yaitu kecamatan Lamongan, Babat, Sukodadi, Brondong dan Paciran.
Dalam penelitian ini faktor yang memiliki pengaruh pada tingkat perkembangan wilayah adalah aksesibilitas.
Kecamatan yang memiliki aksesibilitas rendah akan akan cenderung kesulitan dalam menjangkau fasilitas-fasilitas
sosial, sehingga kemungkinan untuk lebih berkembang akan sulit. Sedangkan kecamatan yang memiliki
aksesibilitas tinggi akan memudahkan kecamatan tersebut berinteraksi dengan kecamatan lain. Kunci utama
pengembangan wilaayah-wilayah tertinggal di kabupaten Lamongan terletak pada pemecahan permasalahan
pokok yang dihadapi oleh wilayah, yaitu keterbatasan aksesibilitas wilayah. Upaya-upaya pengembangan wilayah
tertinggal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan pengembangan sarana dan prasarana transportasi untuk
membuka keterisolasian wilayah.
Kata kunci : Pembangunan wilayah, Perkembangan wilayah, Tingkat perkembangan wilayah
Abstract
Based on data from the Central Bureau of Statistics in 2011, sub-districts in Lamongan experiencing high growth
rate differences, especially between the central region behind the development of the region (hinterland). This
study aims to determine the spatial pattern of variation between the level of regional growth districts in Lamongan.
This research is quantitative descriptive study, with a total population of 27 districts. The variables considered
were (1) population density, (2) GDP per capita, (3) the service life of educational facilities, (4) the service life of
health facilities, (5) the economic service life of facility, (6) education level, (7) the level of health, (8) accessibility
and (9) industry. Developmental level wilayahdalam this study measured the combined value (composite index) of
these variables, where the district that has a value above the average would be in the category of high-level
development, and districts that have a value below the average will go into tingkatt low development category. The
results showed 44.5% in Lamongan district has a low level of development, namely the District Sukorame, Bluluk,
Sambeng, Mantup, Kembangbahu, Sugio, Kedungpring, Modo, Tikung, Sekaran, Laren and Solokuro mostly subdistricts
located in the southern part. 37% had a moderate level of development of the District Ngimbang region,
Pucuk, Sarirejo, Deket, Glagah, Karangbinagun, Turi, Karanggeneng, Maduran and Kalitengah, which most of the
districts are located in the central part. 18.5% have a high level of development of the district Lamongan district,
Babat, Sukodadi, Brondong and Paciran. In this study the factors that have an influence on the level of
development of the region is accessibility. Districts that have low accessibility will be likely difficulties in reaching
social facilities, so it is likely to be developed will be difficult. While districts that have high accessibility will allow
the district to interact with other districts. The main key to the development of lagging regions wilaayah-Lamongan
district lies in solving the fundamental problems faced by the region, the limited accessibility of the area.
Development efforts in disadvantaged areas can be reached by increasing the development of transportation
infrastructure to open the isolation region.
Keywords: Construction area, development area, level of development area

Published
2013-08-01
Abstract Views: 10
PDF Downloads: 338