MANAJEMEN STRATEGI PEMBERDAYAAN WARGA TERDAMPAK PENUTUPAN LOKALISASI DOLLY (Studi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluargan Berencana Kota Surabaya)

  • MUHAMMAD RIZQI F.

Abstract

Sebagai  kompleks  pelacuran,  Lokalisasi  Dolly,  dianggap  sebagai  kompleks  pelacuran  terbesar  di  Indonesia
bahkan di Asia Tenggara. Dolly dapat dikatakan sebagai lokalisasi “resmi” yang diawasi dan dijaga oleh pemerintah.
Hal  tersebut  tidak  lepas  dari  sejarah  lokalisasi  Dolly  yang  panjang  sehingga  membuat  kompleks  pelacuran  ini  begitu
tersohor bahkan hingga ke kawasan Asia Tenggara dan membuat pemerintah “membiarkan” Dolly tetap “eksis”. Begitu
tersohornya  kawasan  Dolly,  membawa  dampak  besar  kepada  masyarakat  yang  berada  di  sekitar  kawasan  prostitusi
tersebut. Banyak warga/masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari adanya bisnis prostitusi di kawasan Dolly ini.
Masyarakat  disekitar  Dolly  banyak  yang  memanfaatkan  adanya  kegiatan  prostitusi  ini,  sebagai  contoh  :  menyediakan
layanan  wisma,  menyediakan  tempat  parkir,  atau  juga  berdagang.  Tanggal  19  Juni  2014,  sejarah  panjang  lokalisasi
Dolly  berakhir.  Pemkot  Surabaya  pimpinan  Ibu  Risma,  resmi  menutup  kawasan  prostitusi  bersejarah  lokalisasi  Dolly.
Walikota  Surabaya,  Ibu  Risma,  beralasan  penutupan  lokalisasi  Dolly  karena  Ibu  Risma  ingin  Lokalisasi  Dolly  ditutup
untuk  menyelamatkan  anak-anak  yang  tinggal  disekitar  Dolly,  karena  banyak  anak-anak  yang  tinggal  disekitar  Dolly
menjadi  pelaku  kriminal  perdagangan  manusia.    Pasca  penutupan  lokalisasi  Dolly,  Pemkot  Surabaya  menghadapi
masalah baru. Pemkot Surabaya menyadari bahwa penutupan lokalisasi tidak hanya mengakhiri geliat bisnis prostitusi,
tetapi  juga  ikut  mencarikan  solusi  bagi  warga  terdampak  yang  menggantungkan  hidupnya  dari  adanya  kegiatan
prostitusi  lokalisasi  dolly.  Setidaknya  Pemkot  Surabaya  bisa  memberdayakan  warga  terdampak  penutupan  lokalisasi
Dolly agar hidup mandiri dan melanjutkan hidup mereka meskipun lokalisasi Dolly sudah ditutup.  
Jenis  penelitian  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  deskriptif  dengan  menggunakan  pendekatan
kualitatif.  Sedangkan  teknik  pengumpulan  datanya  dilakukan  melalui  wanwancara,  observasi,  dan  dokumentasi.  Yang
diikuti dengan fokus penelitian menggunakan teori 4 (empat) proses manajemen strategi yang diungkapkan oleh Hunger
dan Wheelen meliputi: Pengamatan Lingkungan, Perumusan Strategi, Implementasi Strategi, dan Evaluasi strategi.
Hasil  menunjukan  bahwa  Badan  Pemberdayaan  Masyarakat  dan  Keluarga  Berencana    (BAPEMAS  KB)
sebagai  SKPD  di  Pemkot  Surabaya  yang  bertanggung  jawab  dan  berwenang  untuk  memberdayakan  warga  terdampak
penutupan Lokalisasi Dolly. Dalam pemberdayaannya, BAPEMAS KB memberikan pelatihan-pelatihan kepada  warga
terdampak  penutupan  lokalisasi  Dolly.  Pelatihan-pelatihan  yang  diberikan  diharapkan  agar  warga  terdampak  ini  mau
berusaha,  tidak  menggantungkan  hidup  dari Dolly  sehingga  dapat  hidup  mandiri  bermodalkan  ketrampilan  yang
diperoleh  dari  pelatihan  yang  telah  diberikan.  Hambatan  terbesar  yang  dihadapi  BAPEMAS  KB  dalam  memberi
program-program  pelatihan  kepada  warga  terdampak  adalah  merubah  pola  pikir  warga terdampak  dari  yang  awalnya
“menunggu” menjadi “mengejar” uang. Banyak cara yang dilakukan oleh BAPEMAS KB untuk mengajak warga ikut
dalam  program  pelatihan  yang  diberikan.  Seperti  mendatangkan  instruktur  atau  pakar-pakar,  memfasilitasi  pelatihan
warga  terdampak  dengan  memberikan  ruang  melalui  pameran  atau  memberikan  tempat  sentra-sentra  UKM.  Hingga
pada akhirnya ada juga warga terdampak yang mengikuti pelatihan-pelatihan seperti memasak atau membuat kerajinan
tangan.  
Program  pelatihan  yang  diberikan  BAPEMAS  KB  didalam  pelaksanaannya  juga  berkoordinasi  dengan
pemerintahan didaerah terdampak penutupan lokalisasi. Pemerintahan didaerah warga terdampak ini maksudnya adalah
BAPEMAS  KB  berkoordinasi  dengan  Kecamatan,  Kelurahan,  RT/RW  hingga  LKMK  (Lembaga  Ketahanan
Masyarakat  Kota).  Nantinya  dalam  pelaksanaan  program  pelatihan  ini  BAPEMAS  KB  menerima  anggaran  dari
BAPEKO  (Badan  Pemberdayaan  Kota)  yang  kemudian  anggaran  yang  turun  itu  digunakan  untuk  menentukan  jumlah
warga  yang  mengikuti  pelatihan,  pelatihan  apa yang  akan  dilaksanakan.  Setelah  pelaksanaan  selanjutnya  BAPEMAS
KB  akan  mengvaluasi  dengan  melihat  hasil-hasil  dari  pelatihan  itu.  Biasanya  BAPEMAS  KB  memanggil  instruktur  
atau pakar untuk menilai.  
BAPEMAS  KB  beranggapan  dari  hasil  evaluasi  yang  sudah  dilakukan  secara  menyeluruh,  meskipun
jumlahnya sedikit tetapi paling tidak  masih ada  warga terdampak  yang bisa bertahan dan dapat  mengembangkan  hasil
dari pelatihan yang telah diberikan untuk membuktikan bahwa tanpa adanya Dolly para warga tedampak ini bisa hidup.
Sebagai  contoh  hasil  dari  program  pelatihan  yang  sudah  terkenal  adalah  kelompok  pelatihan  Batik  yang  lebih  dikenal
dengan Kelompok Batik Jarak Arum. Batik Jarak Arum sudah menjadi ciri khas batik Surabaya yang berasal dari kreasi
warga  terdampak.  Diharapkan  semakin  besar  Batik  Jarak  Arum  ini  dapat  mengajak  warga  terdampak  lain  untuk  ikut
 
serta dan memberikan semangat agar muncul batik-batik jarak arum yang lain hasil kreasi warga terdampak penutupan
lokalisasi Dolly yang lain.
 
 
 
 
Kata Kunci : Manajemen Strategi, Pemberdayaan warga terdampak

Published
2015-06-05
Section
Articles
Abstract Views: 36
PDF Downloads: 22