COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (STUDI KASUS PADA SENTRA DIGITAL KETINTANG (SDK) TELKOM KETINTANG)
DOI:
https://doi.org/10.26740/publika.v12n1.p182-197Keywords:
Collaborative, Governance, Relocation, Street VendorsAbstract
The efforts of Indonesian people who are on the poverty line, especially in urban areas, are to create their own jobs. One of the many informal workers is street vendors, generally these street vendors sell in public facilities and infrastructure without complying with the rules which were converted by street vendors to sell and with the construction of the Telkom Ketintang SDK it looks neater and cleaner in terms of urban planning. This research adopts a qualitative method with a descriptive approach. Data collection techniques involve interviews, observation, and documentation. The research focus centered on the Collaborative Governance process by Ricardo S. Morse and John B. Stephens in 2012. The existence of Collaborative Governance was due to the work program of the Surabaya City Government to overcome flooding. Each party has a task, namely PT. Telkom in the form of human resources and funds to build the Telkom Ketintang SDK while the Surabaya City Government focuses on repairing culverts so they don't flood, and developing street vendors. Collaboration with PT. Telkom and the Surabaya City Government have a letter of agreement or MOU. This Collaborative Governance provides significant changes to the problems that occur. The assessment concluded that the presence of street vendors selling on the side of the highway and above water culverts caused problems, so the street vendors were relocated to culinary tourism centers; Initiation went well with the response given by the Surabaya City Government and PT. Telkom Witel South Surabaya in responding to the initiation that will be carried out; Deliberation went smoothly by discussing the basic rules of cooperation carried out by stakeholders; Implementation stakeholders are mutually committed to the results of the agreement and a cooperation agreement is implemented by the stakeholders.
Upaya masyarakat Indonesia yang berada pada garis kemiskinan khususnya di perkotaan adalah dengan menciptakan lapangan kerja sendiri. Pekerja informal yang banyak salah satunya adalah PKL, umumnya PKL ini berjualan di sarana dan prasarana umum tanpa mematuhi aturan yang dialihfungsikan oleh PKL untuk berjualan dan dengan dibangunnya SDK Telkom Ketintang terlihat lebih rapi dan bersih dari segi perencanaan Kota. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Fokus penelitian berpusat pada proses Collaborative Governance yang dilakukan oleh Ricardo S. Morse dan John B. Stephens pada tahun 2012. Adanya Collaborative Governance karena adanya program kerja Pemerintah Kota Surabaya dalam mengatasi banjir. Masing-masing pihak mempunyai tugas yaitu PT. Telkom berupa SDM dan dana untuk membangun SDK Telkom Ketintang sedangkan Pemkot Surabaya fokus memperbaiki gorong-gorong agar tidak banjir, dan mengembangkan PKL. Kerjasama dengan PT. Telkom dan Pemerintah Kota Surabaya mempunyai surat perjanjian atau MOU. Collaborative Governance ini memberikan perubahan yang signifikan terhadap permasalahan yang terjadi. Hasil pengkajian menyimpulkan bahwa keberadaan PKL yang berjualan di pinggir jalan raya dan di atas gorong-gorong menimbulkan permasalahan, sehingga PKL tersebut direlokasi ke sentra wisata kuliner; Inisiasi berjalan baik dengan respon yang diberikan oleh Pemerintah Kota Surabaya dan PT. Telkom Witel Surabaya Selatan dalam menyikapi inisiasi yang akan dilakukan; Musyawarah berjalan lancar dengan pembahasan aturan dasar kerjasama yang dilakukan oleh pemangku kepentingan; Pemangku kepentingan implementasi saling berkomitmen terhadap hasil kesepakatan dan perjanjian kerja sama dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan