HOMOIOTELEUTON DALAM ANTOLOGI PUISI NUR EIN DUFT UND WINDESWEHEN KARYA HERMANN HESSE

  • ALDO ALBILASE
  • AGUS RIDWAN

Abstract

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji keindahan yang dihasilkan ragam bunyi dalam antologi puisi nur ein Duft und Windeswehen. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan ragam bunyi apa saja yang terdapat pada antologi puisi tersebut. Untuk meneliti ragam bunyi pada antologi puisi tersebut digunakan teori gaya bahasa homoioteleuton. Teori tersebut digunakan karena berkaitan dengan bunyi suku kata terakhir yang berulang pada suatu baris atau kalimat dan memberikan unsur keindahan pada puisi. Analisis pada penelitian ini dipertajam dengan fitur distingtif Bahasa Jerman, sehingga dapat diketahui keragaman bunyi pada penelitian ini adalah manifestasi dari cara artikulasi yang berbeda-beda setiap fonemnya. Berbasis pada teori Ridwan (2017) dapat disimpulkan bahwa terdapat 27 ragam bunyi repetisi homoioteleuton antara lain: [tə], [ŋən], [lən], [lɪç], [gən], [də], [tət], [zən], [mən], [dən] , [rʊm] , [za:m ], [dɐn], [bən], [bɐ], [ən], [rən], [kən], [nən], [lə], [fən], [tən], [kə], [zə], [ba:r], [təst], [nə]. Bentuk [ən] menjadi satu-satunya bentuk suku kata nackten Silbe. Sedangkan beberapa bentuk suku kata seperti: [tə], [də], [lə], [kə], [zə], [nə] merupakan suku kata berjenis suku kata terbuka. Dari sisi keindahan puisi, ragam bunyi tersebut membentuk rima akhir dan rima awal.

Kata kunci : Homoioteleuton, Fitur Distingtif





Published
2019-01-22
Section
Articles
Abstract Views: 47
PDF Downloads: 81