IT TAKES TWO TO TANGO:

GENDER BIAS IN TIKTOK’S DISCOURSE ON INFIDELITY IN INDONESIA

Abstract

Penelitian ini mengkaji bagaimana kata pelakor dan pebinor dikonstruksi di masyarakat melalui video yang di unggah di platform social media berbasis video, TikTok. Data dari penelitian ini diambil dari 32 TikTok caption yang menggunakan hashtag pelakordan pebinor dalam rentang waktu April 2024 sampai April 2025. Dengan menggunakan Feminist Critical Discourse Analysis (FCDA) yang dikombinasikan dengan teori Model Tiga Dimensi Fairclough, penelitian ini menemukan adanya bias gender yang kuat di masyarakat. Perempuan yang menjadi pelakor sering sekali dicap sebagai satu pihak yang salah, diberi label negatifm dan dikonstruksikan sebagai pihak yang paling terlibat aktif dalam perselingkuhan. Sementara itu, laki-laki yang dilabel sebagai pebinor mendapat perhatian yang tidak seimbang di mana mereka dibahas dengan nada yang lebih santai dan cenderung disampaikan secara humoris. Ini mengindikasikan adanya bias gender yang sangat kuat di masyarakat Indonesia.

Abstract

This study investigates how the words pelakor and pebinor are constructed in society through TikTok, a short-video format social media platform. The data were collected from 32 TikTok captions using hashtag pelakor and pebinor which have more than 10,000 likes from April 2024 to April 2025. Using Feminist Critical Discourse Analysis (FCDA) combined with Faiclough’s Three-Dimensional model, this study found that there is strong gendered bias in the society where women labelled as pelakor are heavily blamed, negatively labelled, and framed as active agents in the society. Meanwhile, men who are labelled as pebinor receive unproportional attention where they are just discussed in a lighter way and in a humorous way. This indicates the rooted gendered bias in Indonesian society.