PENEGAKKAN PASAL 18 UU PERS TENTANG TINDAK KEKERASAN PADA WARTAWAN SAAT MENJALANKAN TUGAS JURNALISTIK (STUDI KASUS KEKERASAN DI BALAI KOTA SURABAYA YANG DIALAMI WARTAWAN RADIO ELSHINTA SURABAYA)

  • NUKEN KOGOYA

Abstract

Kekerasan terhadap wartawan belakangan ini marak terjadi di Indonesia. Padahal di masa sekarang Indonesia telah masuk ke dalam masa kebebasan pers, setelah berakhirnya masa pemerintahan Orde Baru. Pers di Indonesia pada masa reformasi memiliki kebebasan yang sangat luas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang suatu peristiwa yang sedang terjadi. Namun demikian lahirnya kebebasan pers ini diikuti pula dengan meningkatnya ancaman keamanan terhadap pekerja pers termasuk para wartawan. Hal ini terbukti kasus tindak kekerasan yang dilakukan oleh polisi dibalai kota Surabaya terhadap Septa Rudyanto (Wartawan Radio Elshinta Surabaya). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tindak kekerasan yang terjadi kepada wartawan Radio Elshinta pada kasus kekerasan di balai kota Surabaya yang dialami Wartawan Radio Elshinta Surabaya. Dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh polisi dalam melindungi hak-hak wartawan Radio Elshinta pada kasus kekerasan di balai kota Surabaya yang dialami wartawan Radio Elshinta Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Lokasi penelitian di Radio Elshinta Kota Surabaya dan Kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). Teknik pengumpulan data dengan mengunakan metode wawancara dan dokumen.Teknik analisa data mengunakan deskriptif kualitatif.
Kekerasan yang dilakukan pada Septa Rudyanto (wartawan Radio Elshinta Surabaya) dalam kasus Falun Dafa adalah pemukulan atau pengeroyokan. Upaya yang dlakukan oleh adakah menerima laporan, dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan menyita barang bukti. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa: Keselamatan wartawan masih menjadi masalah serius di Indonesia, karena selama ini banyak terjadi tindak kekerasan terhadap wartawan. Dalam dua tahun (2011-2012) telah terjadi 44 kasus kekerasan pada wartawan di seluruh Indonesia, Salah satunya adalah kekerasan yang dialami oleh Septa Rudyanto (wartawan Radio Elshinta Surabaya) di Balai Kota Surabaya, yang dillakukan oleh polisi (Polrestabes Surabaya). Kekerasan yang dialami kepada septa Rudyanto (Wartawan Radio Elshinta Surabaya) adalah pemukulan atau pengeroyokan, secara fisik dengan merusak alat cameranya. Penanganan kasus ini hanya sampai penyelidikan dan penyidikan. Penyidikan tidak diproses kasus ini sampai di pengadilan untuk mendapatkan efek jera. Penegakan UU Pers masih lemah. Penegakan hukum terhadap para pelaku tindak kekerasan terhadap wartawan seharusnya di usut tuntas, agar para pelaku mendapatkan efek jera sesuai dengan ketentuan pasal 18 UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers.
KATA KUNCI : Perlindungan Hukum, Wartawan, Tindak Kekerasan.
Abstract
Violence against journalists recently happened again in Indonesia whereas Indonesia has entered into a period of freedom of the press, after the end of the New Order era. The press in Indonesia during the reform era has a very broad freedom to convey information to the public. However, the birth of press freedom is followed by increased security threats against media workers, including journalists. This proved by a case of violence perpetrated by the police against Septa Rudyanto (Elshinta Radio Surabaya correspondent) at Surabaya city hall. The purpose of the study is to examine the violence to journalists Radio Elshinta in cases of violence in the city hall reporter experienced Surabaya Surabaya Radio Elshinta. And to know the efforts made by the police in protecting the rights of journalists Radio Elshinta in cases of violence in Surabaya city hall experienced journalists Radio Elshinta Surabaya. This research is an empirical study. Research location is at Radio Elshinta in Surabaya and the East Java Police Department (Polda Jatim). Data collection techniques used are interview and documentation. Data analysis technique is using qualitative descriptive method.
Violence done on Septa Rudyanto (Radio Elshinta reporter Surabaya) in the case of Falun Dafa is beating or beatings. Is there any effort dlakukan by receiving the report, made a dossier (BAP), and seized evidence. The conclusion of this study are that: Safety of journalists remains a serious problem in Indonesia, because during this time many outbreaks of violence against journalists. In two years (2011-2012) has occurred 44 cases of violence in jurnalist throughout Indonesia, One is violence experienced by Septa Rudyanto (Radio Elshinta reporter Surabaya) in Surabaya City Hall, conducted by the police (Polrestabes Surabaya). Violence experienced by the septa Rudyanto (Journalist Radio Elshinta Surabaya) is beating or beatings, physically damaging cameranya tool. Handling this case only until the inquiry and investigation. Investigation of this case was not processed through the court to get a deterrent effect. Press Law enforcement is still weak. Law enforcement against the perpetrators of violence against journalists should in usut completed, so that the actors get a deterrent effect in accordance with the provisions of article 18 of Law No. 40 of 1999 concerning the press.
KEYWORDS: Law Protection, Journalist, Violence.

Published
2016-01-15
Section
ART 1
Abstract Views: 715
PDF Downloads: 531