Pengaturan Sunat Perempuan dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

  • YULITA DWI PRATIWI

Abstract

Abstrak
Sunat perempuan merupakan praktik atas dasar budaya dan agama yang masih dipraktikkan di Indonesia. Praktik sunat perempuan di Indonesia dianggap melanggar Hak Asasi Maanusia (HAM) dan dipersamakan dengan Female Genital Mutilation (FGM). Di Indonesia hingga saat ini belum terdapat aturan pelarangan sunat perempuan karena praktik di Indonesia hanya dilakukan secara simbolik berbeda dengan FGM. Namun, tidak menampikan bahwa praktik sunat perempuan mengarah pada FGM. Pada tahun 2014 diundangkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan. Konsekuensi pencabutan Permenkes tersebut ialah terjadi kekosongan hukum pengaturan sunat perempuan, yang mengakibatkan sunat perempuan yang tidak terkontrol dan merugikan perempuan. Penelitian ini bertujuan menganalisis perlindungan hukum bagi perempuan yang mengalami sunat perempuan setelah diundangkannya Permenkes 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Permenkes 1636 tentang Sunat Perempuan dan merumuskan pengaturan Sunat Perempuan dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, historis dan perbandingan. Jenis bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi penelitian hukum (legal research). Teknik analisis bahan hukum dengan menginventarisasi dan mengelompokkan bahan hukum, mengidentifikasi fakta hukum dan menjawab isu hukum dengan konstruksi hukum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setelah diundangkannya Permenkes 6 tahun 2014 tidak terdapat perlindungan hukum bagi perempuan yang mengalami sunat perempuan. Pencabutan Permenkes 6 tahun 2014 tersebut sekaligus mengambil kewenangan tenaga kesehatan untuk melakukan sunat perempuan sehingga masyarakat kembali menggunakan jasa dukun. Oleh karena tidak ada aturan tentang sunat perempuan maka Pasal 133 dan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikonstruksikan secara analogis sehingga berlaku ketentuan perlindungan hukum bagi perempuan yang mengalami sunat perempuan. Pengaturan yang dibutuhkan terkait sunat perempuan berupa undang-undang untuk hak dasar warga negara dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan bagi warga negara.
Kata kunci: sunat perempuan, perlindungan hukum, permenkes no. 6 tahun 2014.
Abstract
Female circumcision (FC) is a practice based on culture and religion that quite common in Indonesia. The practice of FC in Indonesia considered as violation of human rights, or it usually called as Female Genital Mutilation (FGM). Until now, there has not been a bargaining rule yet of FC in Indonesia because of different interpretation that contrast to the meaning of FGM. However, FC that happened in Indonesia does not lead to FGM. In 2014, the establishment and regulation of Health Minister in No. 6 / 2014 on Revocation of Regulation of Health Minister No. 1636/MENKES/PER/XII/2010 about Female Circumcision. The consequences of revocation of Permenkes are the occurrence of legal vacuum in FC arrangement that lead to uncontrolled and detrimental of women. This research aims to analyzing the legal protection for women that experienced FC after re-arrangement of Permenkes No. 6 in 2014 about revocation of Permenkes in 1636, about FC itself, and formulate new arrangement of FC settings in formulating law and regulations in Indonesia.This research is the normative legal research with legislation approach, conceptual, historical and comparative. The types of law consist of: primary and secondary legal materials. Legal materials collection techniques to use legal research (legal research). Legal materials analysis techniques with inventory and classify the material law, identify the legal facts and answer the legal issues with the construction of the law. Based on the results of research, it concludes that pre-rearrangement of Permenkes No. 6 in 2014 issued, and there is no legal protection for women who experienced FC.The revocation of the Permenkes at the same time take the authority of health workers to be able to do FC, then the societies use the services of „dukun‟. Because of the rules about FGM, in article of 133 – 134 the Act No. 36 in 2009 is, constructed analogically so that the legal protection for woman whom
2
experiencedFG. The need of an arrangements of FGM in for of human right act as citizen and the responsibilities of state in providing and facilitating the protection for its citizens. Keywords: female genital mutilation, law protection, regulation and arrangement.

Published
2016-04-15
Section
ART 1
Abstract Views: 659
PDF Downloads: 627