AKIBAT PERKAWINAN SEMARGA MRENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA

  • DAVID ANDRIAN H. SIAHAAN

Abstract

Abstrak

Perkawinan pada masyarakat Batak Toba merupakan perkawinan antar Marga. Proses perkawinan Eksogami (perkawinan di luar kelompok Marga) menjadi ciri khas proses perkawinan masyarakat Batak Toba sehingga masyarakat Batak Toba sangat melarang keras adanya pernikahan semarga sebab pernikahan semarga (Namariboto) dianggap sebagai pernikahan sedarah (Incest). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsep pertalian darah dalam masyarakat adat Batak Toba dengan konsep pertalian darah secara umum, serta akibat hukum dari terjadinya perkawinan semarga dalam masyarakat Adat Batak Toba. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui wawancara kepada tokoh Adat Batak Toba yang ada di Surabaya, yaitu sekretaris Adat Marga Siahaan dan salah satu pengurus Marga Lumban Tobing, dan menggunakan dokumentasi data yang berupa tarombo (silsilah Marga) dalam Adat Batak Toba. Peneliti menggunakan penelitian hukum empiris untuk melihat kondisi masyarakat Adat Batak Toba secara langsung dalam hal perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan di dalam tradisi masyarakat Adat Batak Toba, yang menjadi kesatuan adat adalah ikatan sedarah yang disebut dengan Marga. Marga tersebut berfungsi sebagai tanda adanya persaudaraan yang ada di antara mereka. Hubungan kerabat itu di dalam masyarakat Adat Batak Toba secara umum disebut dengan sistem Dalihan Na Tolu yang secara jelas harus tetap dijunjung dengan membuka hubungan kekerabatan dengan keluarga lain di luar ikatan darah yang disebabkan oleh perkawinan. Perkawinan semarga dalam Adat Batak Toba merupakan perkawinan yang tabu dalam kategori perkawinan yang dilarang. Perkawinan semarga ini jika dilakukan oleh masyarakat Adat Batak Toba, maka ia melanggar aturan adat sehingga mereka disebut Na So Maradat (orang yang tidak tahu dengan adat istiadat). Orang yang melakukan perkawinan semarga akan dihukum dengan aturan Adat Batak Toba yang berlaku sampai sekarang. Saat ini hukuman atau sanksi adat yang masih berlaku di masyarakat Batak Toba yang ada di kota Surabaya adalah tidak bolehnya mereka yang terkena hukuman adat duduk dalam acara adat, tidak boleh memberi solusi atau berbicara dalam forum adat, dan juga dalam sidang adat tidak ada lagi kedudukan bagi mereka yang menikah semarga.

Kata Kunci : Hukum Adat Batak Toba, Perkawinan Adat Batak Toba, Akibat perkawinan semarga.

Abstract

Batak Toba society marriage is a marriage amongst clans. The process of exogamy marriage (marriage outside of the clans) characterizes the process of Toba Batak marriage which prevents the same-clan marriage severely because the existence of the same-clan wedding (Namariboto) is considered as blood wedding (incest). The research goal as a method to know the concept related by blood in the indigenous Batak Toba with the concepts related by blood in general, as well as the legal consequences of the occurrence of the same-clan marriage in indigenous Batak Toba. This research is an empirical legal research which includes research on the identification of the law and research on the effectiveness of the law. Data collection techniques were done by doing interviews to indigenous Batak Toba fellow that exist in Surabaya, the Secretary of Siahaan clan and one of the persons in charge of Lumban Tobing clan and using a form of data documentation of tarombo (genealogy of clan) in the indigenous Batak Toba. The researcher used empirical legal research to recognize the condition of indigenous Batak Toba directly in terms of marriage. The result of the research shows that the union of tradition of indigenous Batak Toba is assembled by the blood bond up, which is called with clan (Marga). The clan serves as a sign of the existence of the brotherhood that exists between them. Relative to the indigenous Batak Toba is generally referred to as the system of Dalihan Na Tolu that obviously should be remained by opening a kinship with other families outside of the bonds of blood marriage. Same-clan marriage in indigenous Batak Toba is a taboo and prohibited. If this kind of marriage is defied by the community, then it violates the rules of the tradition, and they are most likely called na so maradat (people who do not have customs). People who practice the same-clan marriage will be punished with the Indigenous Toba Batak rules which are authorized and applicable until now. The current punishment or sanctions of the tradition that are still valid at Batak Toba community in Surabaya are they are not allowed to sit together in a traditional event and should not give solutions or speak in indigenous forum. Besides, losing the positions in the congregation is another sanction caused by the same-clan marriage.

Keyword : Batak Toba Adat Law, Marriage Batak Toba tradition, Marriage consequence.

Published
2016-07-20
Section
ART 1
Abstract Views: 19349
PDF Downloads: 2725