PROBLEMATIKA HUKUM PERSIDANGAN KODE ETIK KETUA DPR SETYA NOVANTO OLEH MAHKAMAH KEHORMATAN DPR

  • AGUS WINANTO

Abstract

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) merupakan lembaga penegak kode etik DPR. MKD menghentikan persidangan dengan menerima surat pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR sebelum diputuskan. Pasal 2 ayat (3) huruf h Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan (Peraturan DPR No. 2/2015) memberi kewenangan kepada MKD untuk menghentikan proses pemeriksaan perkara dalam setiap persidangan. Sementara itu, MKD menghentikan persidangan karena pengunduran diri diatur dalam Pasal 127 huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pasal tersebut tidak dijelaskan lebih rinci tentang makna “mengundurkan diri”, yang mengindikasikan terjadi kekaburan norma yang menyebabkan multitafsir dalam pelaksanaannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab isu hukum adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode analisis bahan hukum adalah secara preskriptif, dan untuk menjawab isu hukum digunakan analisis berdasarkan kewenanangan, prosedur, dan substansi, serta metode interpretasi hukum. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa MKD tidak dapat menghentikan persidangan, karena tidak sesuai dengan maksud Pasal 127 huruf b UU MD3 tentang makna mengundurkan diri yang diartikan sebagai mengundurkan diri dari anggota DPR. Selain itu, menghentikan persidangan kode etik berdasarkan pengunduran diri Setya Novanto bukan wewenang MKD lagi, karena berdasarkan subjectum litis kode etik DPR hanya berlaku bagi anggota DPR, tidak ada kaitannya dengan Alat Kelengkapan DPR. Implikasi hukumnya adalah tidak adanya putusan yang menentukan masuk dalam kategori apa sanksi yang dijatuhkan, maka Setya Novanto dapat leluasa menduduki posisi lain di Alat Kelengkapan DPR. seperti menjadi ketua F-Golkar hingga menjadi ketua DPR lagi. Saran, MKD harus bijaksana, menjunjung prinsip independensi, transparansi, dan imparsialitas dalam mengadili suatu kasus.Setya Novanto yang berulang kali melanggar kode etik sudah sepantasnya diberhentikan sebagai ketua DPR.

Kata Kunci : Mengundurkan diri, Kode Etik, Mahkamah Kehormatan Dewan

Published
2017-04-15
Section
ART 1
Abstract Views: 230
PDF Downloads: 153 PDF Downloads: 0