IMPLIKASI KEWAJIBAN MENGUNDURKAN DIRI SAAT AKAN MELAHIRKAN PADA PERJANJIAN ANTARA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN TENAGA HONORER BPBD

  • Dian Rachmawati Unesa
  • Arinto Nugroho Unesa

Abstract

Suatu pekerjaan antara pekerja dan pemberi kerja timbul atas suatu perjanjian kerja. Perjanjian kerja merupakan suatu dasar penting bagi para pihak yang melakukan hubungan kerja karena memuat hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat. Perjanjian kerja ini juga diperlukan pada hubungan kerja antara tenaga honorer BPBD Surabaya dengan instansi BPBD Surabaya. Perjanjian kerja yang mengikat tenaga honorer BPBD Surabaya dengan instansi BPBD Surabaya ini disebut dengan Surat Perintah Kerja (SPK). SPK yang menjadi dasar hubungan instansi BPBD Surabaya dengan tenaga honorer BPBD Surabaya juga memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak. Salah satunya adalah pengaturan mengenai kewajiban mengundurkan diri bagi tenaga operasional BPBD Surabaya yang akan melahirkan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur adanya cuti melahirkan yang diberikan kepada pekerja perempuan yang akan melahirkan selama 3 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum kewajiban mengundurkan diri oleh tenaga honorer BPBD Surabaya yang akan melahirkan berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, beserta bagaimana perlindungan hukum yang didapat oleh tenaga honorer BPBD Surabaya yang tidak mendapatkan hak cuti melahirkan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dan Pembahasan menyatakan bahwa adanya ketentuan kewajibaan mengundurkan diri bagi tenaga honorer BPBD Surabaya yang akan melahirkan yang tertera dalam SPK tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini mengakibatkan ketentuan tersebut dianggap tidak pernah ada sehingga batal demi hukum.

Published
2022-12-28
Section
ART 1
Abstract Views: 28
PDF Downloads: 97