PROBLEMATIKA PENYITAAN HARTA KEKAYAAN SEBAGAI GANTI KERUGIAN UNTUK PEMENUHAN HAK KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Abstract
Restitusi merupakan suatu sistem ganti kerugian yang dilakukan untuk mengembalikan hak-hak korban semasa korban mengalami kejadian tindak pidana tersebut. Pengaturan restitusi tertuang dalam UU No. 31 Tahun 2014, PerMa No. 1 Tahun 2022. Restitusi pada tindak pidana perdagangan orang saat ini masih belum memiliki daya yang begitu kuat untuk memberikan ganti kerugian terhadap korban sesuai dengan yang diharapkan oleh korban melalui perhitungan LPSK, bahkan terdapat adanya kurang bayar dan tidak membayar sama sekali restitusi terhadap korban. Hal ini diketahui dari 3 putusan yang diangkat dalam penulisan ini yaitu yang pertama Putusan No. No. 592/Pid.Sus/2021/PN Ckr, Putusan No. 168/Pid.Sus/2020/PN.Pml, dan yang terakhir Putusan No. 48/Pid.Sus/2021/PN.Cbn. Penyelesaian akhir pada pemberian restitusi ini berakhir pada pidana kurungan yang paling lama satu tahun jika pelaku TPPO tidak mampu membayar restitusi. Menjadikan pelaku TPPO lebih memilih untuk menyatakan tidak mampu membayar restitusi dan lebih memilih untuk menjalani pidana kurungan selama paling lama satu tahun agar dapat terlepas dari penggantian ganti kerugian. Dengan hal ini jika tidak adanya revisi dan perbaikan Undang-Undang tentang pengaturan restitusi dan penyitaan harta kekayaan pelaku TPPO untuk korban maka pemenuhan hak korban tidak dapat tercapai dan tujuan hukum pidana moderen tidak dapat terealisasikan yang berbicara tentang pemulihan.
Kata Kunci : Restitusi, Penyitaan.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Dadang Eko Nugroho, Gelar Ali Ahmad, S.H.,M.H

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
