PERKEMBANGAN KESENIAN GLIPANG DI DESA TEGALRANDU KECAMATAN KLAKAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 1944-1992

  • LELY NOVA PRATIWI

Abstract

Kesenian Glipang merupakan kesenian asli Kabupaten Lumajang. Kesenian Glipang memiliki keunikan dalam pertunjukannya. Keunikan Glipang terletak pada penyajian seorang pawang dalam membuka acara dengan meniti kawat yang tergantung pada dua tiang. Kesenian Glipang adalah salah satu contoh tarian yang memadukan antara seni beladiri atau pencak silat dengan seni tari. Kesenian Glipang pada masa perjuangan memiliki dua peran yaitu sebagai hiburan masyarakat dan sebagai alat propaganda.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa latar belakang lahirnya Kesenian Glipang di Kabupaten Lumajang? Dan Bagaimana perkembangan Kesenian Glipang di Desa Tegal Randu Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang pada tahun 1944-1992? Metode penelitan yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Langkah penelitian meliputi Heuristik, Heuristik merupakan langkah mencari dan mengumpulkan sumber yang terkait dengan Perkembangan Kesenian Glipang di Desa Tegalrandu Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang tahun 1944-1992, sumber primer didapat dari narasumber berupa hasil wawancara dan dokumentasi. Sedangkan sumber sekunder didapat dari buku-buku tentang kesenian Glipang Kabupaten Probolinggo yang ditulis oleh Suyitno. Kritik merupakan suatu tahapan untuk melakukan pengujian terhadap sumber-sumber baik primer maupun sekunder. Interpretasi merupakan tahap mencari keterkaitan antara satu sumber dengan sumber lainnya, sehingga diperoleh fakta sejarah mengenai Perkembangan Kesenian Glipang di Desa Tegalrandu Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang tahun 1944-1992. Historiografi merupakan tahap penulisan sejarah sesuai dengan data yang telah didapatkan berkaitan dengan kesenian Glipang.

Hasil penelitian dapat dianalisis bahwa, kesenian Glipang pada mulanya didirikan oleh Bapak Djojoamidarso dengan menggunakan Dzikir Mulut atau pengajian. Banyak masyarakat Lumajang yang tertarik dengan kesenian Glipang ini, salah satunya Bapak Syahlani yang berasal dari Desa Tegalrandu. Pecahnya Glipang bermula dari perbedaan pendapat antara Bapak Syahlani dan Bapak Djojoamidarso. Bapak Djojoamidarso menggunakan penari perempuan, sedangkan Bapak Syahlani tidak mengikut sertakan penari perempuan dengan alasan keselamatan karena situasi perang. Pada tahun 1944-1959 kesenian Glipang dijadikan sebagai alat propaganda untuk melawan Jepang. Setelah kemerdekaan Glipang lebih digemari masyarakat. Pada masa ini Glipang mencapai masa keemasan dengan memperoleh gelar juara tingkat provinsi. Glipang tahun 1960-1975 mengalami masa yang suram akibat adanya krisis politik dengan banyaknya terjadi kerusuhan akibat PKI. Pemberontakan tersebut mengakibatkan fakumnya Glipang yang berkepanjangan. Glipang tahun 1977-1992 merupakan masa keemasan yang kedua dengan diraihnya gelar juara kedua di tingkat provinsi namun atas nama kabupaten Lumajang. Rusaknya alat dan kostum yang dipakai serta biaya perbaikan yang mahal dalam pementasan turut serta mendorong meredupnya kesenian Glipang. Hal tersebut didorong dengan hijrahnya Bapak Yunus sebagai pengurus Glipang berhijah pada dunia pariwisata mengakibatkan fakumnya Glipang dari tahun 1992 sampai sekarang.

Kata Kunci: Kesenian Glipang, Jepang, Perkembangan, Tegalrandu

Published
2017-12-11
Abstract Views: 68
PDF Downloads: 99