PENGGUNAAN ‘BUJUK RAYU’ SEBAGAI PERLUASAN MAKNA PASAL 285 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 786 K/PID/2015)
Pasal 285 KUHP, Bujuk Rayu, Perkosaan.
Abstract
Pasal 285 KUHP mengatur tentang tindak pidana perkosaan. Unsur-unsur Pasal 285 KUHP yaitu perbuatanya memaksa, caranya dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan, objeknya seorang perempuan bukan istrinya, bersetubuh dengan dia. Namun, seiring perkembangan zaman muncul modus-modus baru dalam tindak pidana perkosaan. Salah satunya sepertinya terdapat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor 12/PID/2015/PT.BGL. Dalam pertimbangan hakim disebutkan bahwa perbuatan bujuk rayu terdakwa terhadap korban sebagai unsur memaksa dalam pasal 285 KUHP. Definisi dari pemaksaan sendiri tercantum dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP yang memiliki unsur barang siapa, secara melawan hukum, memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan bujuk rayu dalam pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada orang dewasa dan mengetahui ketepatan perluasan makna frase “bujuk rayu” pada putusan hakim Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor 12/PID/2015/PT.BGL sebagai unsur memaksa dalam Pasal 285 KUHP. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan analisis pendekatan Perundang-undangan, dan pendekatan konsep. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan bahwa bujuk rayu yang terdapat dalam pasal 81 ayat (2) UU perlindungan anak tidak dapat diterapkan pada orang dewasa karena bertentangan dengan asas legalitas, Argumentum a Contrario dan tujuan dibuatnya UU perlindungan anak. Perbuatan bujuk rayu tidak memenuhi unsur memaksa dalam pasal 285 KUHP, karena memiliki pengertian dan konsep yang berbeda. Penggunaan interpretasi analogi terbatas terhadap kehormatan wanita sebagai barang menjadikan bujuk rayu dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor 12/PID/2015/PT.BGL lebih tepat dikenakan sebagai tindak pidana penipuan.
Copyright (c) 2021 Bagus Dwi Wahyudi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish this journal agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors can separately make additional contractual arrangements for non-exclusive distribution published by the journal (e.g., publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are allowed and encouraged to send their work via online (e.g., in the institutional repositories or their website) after published by the journal.
PDF Downloads: 1551