KERUSUHAN 10 OKTOBER TAHUN 1996 SITUBONDO

  • Carluna Ixhi Carmin

Abstract

Kerusuhan yang diakibatkan kesalahpahaman dan prasangka yang muncul dimasing-masing pemeluk agama digambarkan dibeberapa kejadian yang terjadi sepanjang tahun 1996 di masa Orde Baru. Gereja merupakan tempat peribadahan yang seharusnya menjadi hak dari setiap pemeluk agama yang harus dijaga baik oleh pemeluk agama itu sendiri maupun pemeluk agama lain. Kerusuhan yang melibatkan agama kristen sebagai korban secara umum dilakukan oleh agama lain, namun pada kasus kerusuhan ini yang menjadi latar belakang terjadinya pembakaran dan pengerusakan fasilitas-fasilitas umat Kristen adalah penodaan agama islam oleh penganutnya sendiri.

Peneliti menggunakan 4 tahapan, yakni heuristic, kritik, interpretasi dan historiografi, 4 tahapan ini akan membantu menjawab ketiga rumusan-rumusan masalah: 1) Bagaimana latar belakang faktor kondisional Kerusuhan 10 Oktoberterjadi di Kota Situbondo tahun 1996,  2) Bagaimana Kerusuhan 10 Oktober Situbondo tahun 1996 terjadi, 3) Bagaimana proses upaya penyelesaian Kerusuhan Situbondo.

Prasangka menjadi titik awal dimana muncul kebencian-kebencian dan ketidakpercayaan antar pemeluk agama yang menimbulkan konflik karna prasangka-prasangka yang awalnya terpendam dialam bawah sadar seseorang yang menunggu momentum hal yang dapat meledakkan prasangka itu menjadi konflik batin dan lalu meluap kepada konflik kelompok dan lingkungan. Ketersinggungan masyarakat akan hal-hal yang sensitife ini terlihat pada kasus penodaan agama oleh Saleh seorang pemuda berumur 26 tahun yang bekerja sebagai penjaga masjid, yang dianggap sebagai akar kerusuhan 10 Oktober 1996. Masyarakat Situbondo yang dalam kehidupannya menjunjung kehormatan para kiai dan ulama. Massa yang tidak mampu mengontrol emosi karena vonis Saleh yang dinilai terlalu ringan melimpahkan kemarahan pada bangunan-bangunan disekitar pengadilan negeri Situbondo terutama gereja karena terdengar isu bahwa Saleh bersembunyi didalam gereja. Massa yang terorganisir dengan baik langsung menyebar keberbagai sudut Situbondo dengan kendaraan-kendaraan yang terbilang telah siap mengankut ribuan massa tersebut dan adanya isu Saleh sebagai terdakwa penodaan agama telah disembunyikan didalam gereja serta isu bahwa jaksa dan hakim yang mengadili adalah umat Kristen.

Rombongan FKKS pada saat melakukan penyelidikan ditempat-tempat kejadian di Situbondo, menemukan kaleng cat dan botol-botol yang diduga merupakan bom molotov dan cat untuk mencorat-coret bangunan. Pengadilan negeri berhasil menuntaskan 2 dari 12 berkas perkara yang digelar satu bulan setelah kerusuhan, 7 berkas hingga Selasa sudah memasuki tahap tuntutan hukuman dan 3 berkas lainnya memasuki tahap akhir pemeriksaan saksi. Instropeksi dan diskusi semua umat beragama dan pemuka agama gencar dilakukan dan akan dilakukan terus menerus untuk mengembalikan kondisi psikologis antar umat beragama yang sempat terkoyak dengan munculnya Kerusuhan Situbondo 10 Oktober 1996.

Kata kunci: Situbondo, Saleh, Kerusuhan

Published
2018-01-10
Abstract Views: 118
PDF Downloads: 7342