HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA REMAJA AKHIR BROKEN HOME

  • Fatimah Ayu Fernandasari Universitas Negeri Surabaya
  • Damajanti Kusuma Dewi Universitas Negeri Surabaya

Abstract

Abstrak

Peningkatan angka perceraian yang semakin tinggi berdampak tidak hanya kepada hubungan suami istri, tetapi juga hubungan antara orang tua dengan anak. Situasi tersebut membuat terpengaruhnya tingkat kebahagiaan, kebingungan dalam pengambilan keputusan, stabilitas emosi, tuntutan untuk mampu menyesuaikan diri pada perbedaan pola asuh yang diterima, serta kurangnya pendampingan orang tua untuk  anak terutama pada saat masa  transisi  perkembangan  yang berdampak pada kesuksesan tugas perkembangan.  Dampak  perceraian  dapat  diminimalisir  dengan  peningkatan  subjective  well-being individu. Peningkatan subjective well-being salah satunya dapat berhubungan dengan nilai attachment. Peneliti mencoba menguji apakah terdapat hubungan antara attachment dengan subjective well-being pada remaja akhir broken home. Responden penelitian berjumlah 162 dengan kriteria yaitu rentang usia 18-21 tahun dan orang tua bercerai secara hukum. Penelitian dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data menggunakan non-probability sampling method yaitu incidental sampling. Analisis hubungan dilakukan menggunakan pearson product moment dengan bantuan SPSS 23. Data menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar -0.557, artinya terdapat hubungan negatif antara attachment dengan subjective well-being pada remaja akhir berlatar belakang broken home.

Kata Kunci: attachment, subjective well-being, remaja akhir.

 

Abstract

The increasing divorce rate has an impact not only on the husband and wife relationship but also relationship between parents and children. This situation affects the level of happiness, confusion in decision making, emotional stability, demands to be able to adjust to the differences in parenting received before and after the divorce process as well as the lack of parental assistance for children during the developmental transition. The impact can be minimized by the subjective well-being of individuals. One of the things that can contribute to subjective well-being is attachment. Thus, this study tries to test whether there is a relationship between attachment and subjective well-being in late adolescence from a broken home. The research respondents were 162 and had meet the criteria for 18-21 years of age whose parents were legally divorced.  The research  was conducted using  quantitative methods with  data collection techniques using non-probability sampling method, namely incidental sampling. Relationship analysis using pearson product moment with the help of SPSS 23. Data analysis resulted in a correlation coefficient value of -0.557, meaning that there is a negative relationship between attachment and subjective well- being in late adolescence with broken home background.

Keywords: attachment, subjective well-being, late adolescence.

Published
2022-02-18
How to Cite
Fernandasari, F., & Dewi, D. (2022). HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA REMAJA AKHIR BROKEN HOME. Character Jurnal Penelitian Psikologi, 9(2), 90-101. Retrieved from https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/45820
Abstract Views: 419
PDF Downloads: 799